AKTIVA TETAP
A. Pendahuluan
Gedung yang kokoh adalah gedung yang
memiliki pondasi yang kuat dan kokoh pula. Dengan adanya pondasi ini, maka
gedung tersebut dapat bertahan semakin lama. Lalu konsep seperti ini
diaplikasikan kedalam perakuntansian, dimana gedung adalah sebuah perusahaan
dan pondasi adalah sumber-sumber aktiva. Sehingga, jika suatu perusahaan ingin
tetap bertahan dan pterus mengembangkan kegiatan operasional perusahaannya,
maka perusahaan tersebut harus memiliki aktiva-aktiva yang menjadi kelengkapan
suatu perusahaan.
Diasumsikan perusahaan milik Negara PT
PUSRI ( Pupuk Sriwijaya ), yaitu sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi
berbagai jenis pupuk dan salah satunya adalah pupuk UREA. PT PUSRI memproduksi berjuta-juta ton pupuk
tiap harinya, artinya perusahaan tersebut memliki tingkat relevan aktivitas
yang begitu efisien. Namun, dalam hal ini tingkat produksi tidaklah menjadi
pondasi yang cukup kuat dalam suatu perusahaan, namun peralatan-peralatan yang
digunakan dalam membuat pupuklah yang menjadi pondasi bagi perusahaan agar
tetap bisa menopang kehidupan operasional perusahaan.
Peralatan, mesin, bangunan atau gedung,
tanah, dan lain sebagainya merupakan salah satu sumber-sumber ekonomis
perusahaan yang di klasifikasikan menjadi aktiva tetap, yaitu suatu sumber uang
yang secara khusus tidak digunakan dalam kegiatan menghasilkan laba perusahaan.
Karena itu, aktiva tetap menjadi pondasi yang kuat dalam suatu perusahaan
karena memang dengan adanya aktiva tetap ini maka kegiatan produktivitas usia
perusahaan terus terjangkau kedepannya.
B. Aktiva dan Sumbernya
Orang mendirikan sesuatu badan usaha tentu memiliki
rupa-rupa harapan. Pada umumnya orang menunjuk pencapaian laba sebagai tujuan
utamanya. Tanpa mengesampingkan tujuan lainnya, memang tak dapat disangkal
bahwa laba merupakan tujuan sebab tanpa memperoleh laba perusahaan tak akana
dapat bertahan lama.
Untuk
mencapai tujuannya, perusahaan harus memiliki sumber-sumber ekonomis. Dalam
istilah akuntansi, sumber ekonomis disebut sbagai aktiva (assets). Aktiva memiliki peranan yang sangat vital. Sebuah
perusahaan pengangkutan harus memiliki alay-alat angkutan, sebuah pabrik sepatu
harus memiliki pabrik dan mesin-mesin, sebuah perusahaan pengecer harus
mempunyai kios, dan sebagainya. Salah satu aktiva yang selalu diutuhkan oleh
semua perusahaan adalah uang tunai atau kas.
Dari manakah
aktiva diperoleh ? Pada awal berdirinya perusahaan, lazimnya aktiva diperoleh
dari setoran pemilik. Mislanya, pada 1 Januari 1977 Tuan Agus mendirikan
perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengangkutan. Saat pendirian Tuan Agus
menyetorkan aktiva berupa: (a) uang tunai Rp.3.000.000,00 (b) tanah, gedung,
garasi mobil senilai Rp.30.000.000,00 dan (c) kendaraan truk senilai Rp.15.000.000,00.
Dengan rupa-rupa setoran pemiliknya, pada awal pendiriannya perusahaan
pengangkutan tersebut memiliki aktiva sebesar Rp.48.000.000,00. Sumber aktiva
yang lain adalah dari pinjaman kredit pemasok. Misalkan saja untuk mendirikan
di atas, Tuan Agus menarik kredit bank sebesar Rp.10.000.000,00 maka perusahaan
tersebut memiliki aset sebesar Rp.58.000.000,00
dengan rician: berasal dari setoran pemilik sebesar Rp.48.000.000,00 dan dari
pinjaman sebesar Rp.10.000.000,00.
Sumber perolehan
aktiva disebut pasiva (equity). Porsi
pasiva yang berasal dari pemilik disebut modal, sedangkan dari kreditur disebut
utang. Ringkasnya, jumlah aktiva selalu sama dengan hak pemilik yang berupa
modal ditambah hak kreditur yang berupa utang.
Berdasarkan konstatasi di atas kita dapat menyusun identitas sebagai
berikut :
|
Oleh karena
Pasiva = Utang + Modal, maka :
|
Namun,
berdasarkan PSAK 16, format dari Aktiva dan pasiva di rubah menjadi Aset,
Liabilitas, dan Ekuitas. Sehingga bentuk dari identitas tersebut disempurnakan
menjadi
|
Hubungan
antara aktiva, utang dan modal dalam bentuk persamaan matematika tersebut
merupaka inti pencatatan akuntansi dan dikenal sebagai persamaan dasar akuntansi.
C.
Arti Penting Aktiva Tetap
Pada umunya
perusahaan melakukan investasi yang besar jumlahnya pada berbagai aktiva tetap.
Dalam perusahaan-perusahaan yang padatmodal, aktiva tetap kadang-kadang
mencapai 75% dari total aktiva yang dimilikinya. Hal ini disebabkan karena
aktiva yang tergolong sebagai aktiva tetap, umumnya mahal harganya. Cobalah
tengok aktiva tetap sebuah perusahaan seperti tanah, gedung, mesin-mesin,
kendaraan, dan peralatan. Pada umumnya barabg-barang semacam itu mempunyai
harga yang relatif mahal. Oleh karena itu tidak mengherankan bila nilai rupiah
aktiva tetap dalam neraca perusahaan seringkali jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan aktiva lain-lainnya.
Dalam laporan rugi-laba, biaya yang
berkaitan dengan penggunaan aktiva tetap, seperti biaya depresiasi dan biaya
pemeliharaan; juga seringkali merupakan komponen yang cukup tinggi. Jumlah
rupiah depresiasi mempunyai hubungan langsung dengan harga perolehan aktiva
tetap. Bila nilai rupiah aktiva tetap tinggi, seperti diuraikan di atas, maka
dengan sendirinya depresiasi tahunan juga akan menjadi tinggi. Di pihak lain,
biaya pemeliharaan aktiva tetap pada umumnya juga cukup tinggi. Sebagai aktiva
yang diharapkan akan digunakan dalam jangka panjang, maka factor pemeliharaan
sangat menentukan keberhasilan operasi perusahaan. Hal lain yang kadang-kadang
tidak kalah pentingnya adalah pajak kekayaan yang harus dibayar perusahaan
sehubungan dengan pemiliknya dengan pemiliknya aktiva tetap, seperti pajak bumi
dan bangunan (PBB), dan pajak kendaraan bermotor. Jelaslah , aktiva tetap akan
berpengaruh cukup besar pada hasil usaha perusahaan yang tercermin dalam
laporan rugi-laba perusahaan yang bersangkutan.
D.
Pengklasifikasian Aktiva Tetap Berwujud
Aktiva tetap biasanya
digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Tanah,
seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung-gedung
perusahaan.
2. Perbaikan
Tanah, seperti jalan-jalan di seputar lokasi perusahaan yang dibangun
perusahaan, tempat parker, pagar , dan saluran air bawah tanah.
3. Gedung, seperti gedung yang digunakan untuk
kantor, took, pabrik, dan gudang.
4. Peralatan,
seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan, dan meubel.
Sebagaimana halnya pembelian rumah dan peralatan yang dilakukan
seseorang dalam rumah tangga, pemiliknya aktiva tetap juga merupakan keputusan
yang penting bagi suatu perusahaan, Selain itu merupakan hal penting pula bagu
perusahaan untuk (1) menjaga agar aktiva selalu berada dalam kondisi yang baik,
(2) mengganti fasilitas yang sudah rusak atau aus akibat pemakaian, dan (3)
menambah aktiva jika diperlukan.
E.
Penentuan Harga Perolehan Aktiva Tetap
Agar sejalan
dengan prinsip akuntansi yang lazim, aktiva tetap harus dicatat sebesar harga
perolehannya. Harga perolehan meliputi semua pengeluaran yang diperlukan untuk
mendapat aktiva, dan pengeluaran-pengeluaran lain agar aktiva siap untuk
digunakan. Sebagai contoh, harga beli mesin, biaya pengangkutan mesin yang
dibayar pembeli, dan biaya pemasangan mesin adalah bagian dari harga perolehan
mesin pabrik yang dibeli perusahaan. Pengeluaran lain yang tidak diperlukan
harus dipandangsebagai biayaatau kerugian, seperti akan diterangkan nanti pada
bagian lain bab ini.
Harga perolehan diukur dengan kas
yang dibayarkan pada suatu transakasi secara tunai. Dalam hal aktiva tidak
dibayar dengan kas, maka harga perolehan ditetapkan sebagai nilai wajar dari
aktiva yang diperoleh atau aktiva yang diserahkan, yang mana yang lebih layak
berdasarkan bukti atau data yang ditersedia. Apabila harga perolehan tetap
ditetapkan, maka harga perolehan tersebut akan menjadi dasar untuk akuntansi
selama masa pemakaian aktiva yang bersangkutan. Akuntansi tidak mengakui
pemakaian harga pasar atau harga pengganti selama pemakaian suatu aktiva tetap.
Penerapan prinsip harga perolehan untuk tiap golongan utama aktiva tetap akan
diuraikan di bawah ini.
1.
Tanah
Harga perolehan tanah meliputi (1) harga beli tunai
tanah, (2) biaya balik nama, (3) komisi perantara, dan (4) pajak atau pungutan
lainyang harus dibayar oleh pembeli. Sebagai contoh, misalkan harga tunai tanah
adalah Rp.10.000.000 dan pembeli setuju untuk membayar pajak bumi dan bangunan
(PBB) yang belum dibayar oleh pemilik lama sebesar Rp.250.000, maka harga
perolehan tanah akan menjadi Rp.10.250.000.
Semua pengeluaran lain yang
diperlukan agar tanah siap untuk digunakan yang bersifat perbaikan permanen
didebet rekening Tanah. Seandainya tanah yang dibeli tidak rata, berbatu-batu
atau penuh dengan tanaman liar, maka harga perolehan tanah akan meliputi juga
pengeluaran untuk pembersihan dan perataan tana. Kadang-kadang di atas tanah
yang dibeli terdapat bangunan yang tidak diperlukan pembeli sehingga harus
dibongkar, agar tanah dapat digunakan sesuai dengan maksud pembeli. Dalam hal
seperti itu, pengeluaran untuk membongkardikurangi dengan hasil penjualan sisa
bongkaran, harus dibebankan juga pada rekening Tanah. Sebagai contoh, misalkan
sebuah perusahaan membeli sebidang tanah dengan harga tunai Rp.100.000.000,00
diatas tanah tersebut terdapat gudang tua yang menbutuhkan pengeluaran bersih
untuk membongkarnya sebesar Rp.6.000.00,00 (pengeluaran sesungguhnya
Rp.7.500.000,00 dikurangi hasil penjualan sisa bongkaran Rp.1.500.000,00). Pengeluaran
lain terdiri dari biaya balik nama Rp.1.000.000,00 dan komisi perantara
Rp.8.000.000,00. Berdasarkan data tersebut, harga perolehan tanah akan menjadi
Rp.115.000.000,00/.
2. Perbaikan tanah
Harga perolehan perbaikan tanah
meliputi semua pengeluaran yang dilakukan sampai perbaikan siap untuk digunakan
sebagaimana dimaksud dengan perbaikan tersebut. Sebagai contoh, harga perolehan
tempat parkir kendaraan yang baru dibangun, meliputi semua pengeluaran untuk
pengerasan dan pengaspalan, saluran air dan pembuatan fasilitas penerangan,
serta pemagaran diseputar wilayah tempat parkir. Perbaikan tanah agar dapat
digunakan sebagai tempat parkir diatas, mempunyai masa pemakaian yang terbatas,
sebab dalam waktu beberapa tahun akan rusak karena dipakai atau dimakan usia.
Oleh karena itu, pengeluaran-pengeluaran diatas disusut selama umur pemakaian
aktiva ini.
3. Gedung
Semua pengeluaran yang
berhubungan dengan pembelian atau pembangunan sebuah gedung harus dibebankan
pada rekening Gedung. Apabila gedung dimiliki melalui pembelian, maka harga perlehannya
meliputi harga beli, biaya notaries, dan komisi perantara. Namun seandainya
gedung dibangun sendiri, maka harga perolehannya meliputi semua pengeluaran
untuk membuat gedung, termasuk pembuatan saluran listrik dan air.
Apabila perusahaan membuat
bangunan yang membutuhkan fasilitas tertentu, seperti misalnya PT Tugu Motor
membuat bangunan untuk servis dan cuci kendaraan, maka harga perolehan gedung
meliputi harga kontrak bangunan ditambah biaya perencanaan oleh arsitek, biaya
untuk memperoleh ijin mendirikan bangunan (IMB), termasuk pula pembuatan
fasilotas pencucian. Selain itu, biaya bunga selama masa pembangunan
(konstirksi) juga harus ditambahkan pada harga perolehan bangunan, apabila: (1)
masa pembangunan mencakup periode waktu yang cukup panjang, dan (2) beban bunga
cukuip besar jumlahnya, dalam hal demikian, biaya bunga dapat dipandang sebagai
biaya yang doperlukan seperti halnya biaya bahan dan tenaga kerja. Namun
hendaknya diingat, bahwa biaya bunga diperhitungkan sebagai harga perolehan
gedung hanya selama periode pembangunan, setelah pembangunan selesai, maka
pembayaran bunga atas dana yang dipinjam untuk pembangunan tersebut, harus
dibebankan sebagai biaya bunga.
4. Peralatan
Harga perolehan peralatan
terdiri dari harga beli tunai, biaya pengangkutan dan biaya asuransi selama
dalam pengangkutan yang dibayar oleh pembeli. Termasuk pula didalamnya
pengeluaran untuk perangkitan, pemasangan, dan pengujian peralatan yang dibeli.
Bea balik nama kendaraan tahunan atau asuransi kecelakaan kendaraan yang harus
dibayar pemilik, tidak dibebankan sebagai harga perolehan, melainkan
diperlakukan sebagai biaya tahun yang bersangkutan. Pembayaran untuk perbaikan keruskan
dalam pengangkutan dan biaya perakitan atau pemasangan yang dipandang tidak
diperlukan, tidak dimasukkan sebagai harga perolehan, melainkan sebagai biaya
atau kerugian. Sebagai contoh, misalkan pada bulan januari 1992 PT Pangrango
membeli sebuah truk dengan harga tunai Rp.12.000.000,00. Pengeluaran lain yang
bersangkutan dengan pembelian truk tersebut adalah pajak pertambahan nilai
(PPN) Rp.1.200.000,00, pengecatan dan penulisan merek pada truk Rp.500.000,00,
biaya balik nama kendaraan (BBN) Rp.1.200.000,00, biaya pengurusan STNK
Rp.250.000,00 dan premi asuransi kecelakaan yang dibayar di muka untuk 3 tahun
Rp.600.000,00.
F.
Konsep Penyusutan (Depreciation)
Semua jenis
aktiva tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan
jasa bersamaan dengan berlalun waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi
menurunnya kemampuan adalah pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas
yang tersebut dengan yang diminta dan keterbelakangan teknologi. Berkurangnya
kapasitas berarti berkurangnya nilai aktiva tetap yang bersangkutan. Hal ini perlu
dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aktiva tetap berwujud
disebut penyusutan (depreciation).
Pengertian
penyusutan sering disalah-artikan. Banyak pendapat bahwa penyusutan adalah
pemupukan dana untuk membeli aktiva tetap apabila sudah memerlukan penggantian.
Salah pengertian demikian sebetulnya, merupakan hal yang wajar. Biaya
penyusutan yang dibebankan ke pendapatan, sama sekali tidak memerlukan
pengeluaran kas. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa, mestinya, berkurangnya,
oleh karena dibebankannya biaya penyusutan akan berakibat bertambahnya uang
kas. Secara teoritis pendapat ini masuk akal. Tetapi tidak berlaku apabila
penambahan uang kas memang betul-betul disisikan Tidak boleh digunakan untuk
keperluan lain selain pembelian aktiva tetap. Inipun masih menimbulkan
persoalan,apakah setelah aktiva tetap yang lama perlu diganti, dana yang
tersedia akan cukup untuk membuat yang baru. Kenyataannya adalah
pembebanan biaya penyusutan tidak
sekaligus diikiuti dengan penyisihan dana untuk keperluan penggntian aktiva
tetap. Jadi ada kemungkinan uang kas yang seyogyanya ada dalam beban penyusutan
tadi telah digunakan untuk kegiatan perusahaan membeli barang dagang misalnya.
Salah pengertian
kedua adalah adanya pendapat bahwa penyusutan dilakukan agar aktiva tetap
menunjukkan nilai pasar yang berlaku. Penyusutan dalam akuntansi tidak ada
hubungannya dengan penilaian aktiva tetap menurut harga pasar. Nilai aktiva
tetap setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan jarang mencerminkan harga
pasar yang berlaku. Menurut pengertian akuntansi, penyusutan semata-mata
merupakan alokasi harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya, yang dibebankan
ke pendapatan karena terbatasnya manfaat yang dapat diperoleh. Penyusutan dapat
dihitung tiap-tiap bulan atau ditunda sampai dengan akhir tahun. Apabila dibuat
blaporan keuangan interim secara bulanan, penyusutan yang dilakukan bulanan
akan lebih dapat mencerminkan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dalam
bulan yang bersangkutan.
Ayat jurnal yang
perlu dibuat untuk mencatat penyusutan adalah debit biaya penyusutan dan kredit
akumulasi penyusutan. Kadang-kadang perkiraan yang dikredit disebut dengan cadangan penyusutan. Penggunaan istilah cadangan
penyusutan, kalau bisa, agar dihindari. Hal ini akan menimbulkan salah
interpretasi. Kata cadangan berarti laba yang dicadangkan untuk tujuan
tertentu. Biaya penyusutan merupakan perkiraan sementara yang pada akhir tahun
akan ditutup ke perkiraan tetap. Ia merupakan perkiraan kontra terhadap aktiva
tetap yang bersangkutan. Digunakannya perkiraan kontra dalam mencatat
penyusutan ialah agar harga perolehan aktiva masih dapat disajikan seperti
adanya. Perkiraan akumulasi penyusutan digunakan untuk mencatat secara
akumulatif jumlah penyusutan merupakan bagian dari harga perolehan yang belum
disusutkan. Selisih ini disebut nilai buku (book
value) aktiva tetap.
G.
Metode Penyusutan
Ada dua faktor
yang mempengaruhi besarnya penyusutan. Dua faktor itu adalah nilai aktiva tetap
yang digunakan dalam penghitungan penyusutan (dasar penyusutan) dan taksiran
manfaat. Dasar penyusutan dapat berupa (a) Harga perolehan atau; (b) Nilai
buku. Nilai maksimum aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah harga
perolehannya. Tetapi, ada kalanya, dianggap setelah habis dipakai, aktiva tetap
yang bersangkutan masih mempunyai nilai, yang disebut nilai sisa (residual,scrap atau salvage value).
Nilai sisa adalah taksiran harga pasar aktiva tetap pada akhir masa manfaat.
Dalam hal demikian, nilai yang dapat disusutkan adalah harga perolehan
dikurangi nilai sisa.
Taksiran manfaat mencerminkan besarnya
kapasitas/manfaat aktiva tetap selama dapat dipakai. Taksiran ini dapat
dinyatakan dalam lamanya jangka waktu pemakaian (umur berguna atau masa manfaat
= useful lives) atau kapasitas
produksi yang dapat dihasilkan. Untuk menghitung penyusutan, taksiran manfaat
dinyatakan dalam tarif penyusutan. Dengan uaraian ini, pada dasarnya,
penyusutan aktiva tetap, untuk suatu tahun, dapat dihitung dengan rumus :
Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutn x Dasar
Penyusutan
Ada beberapa cara untuk menghitung
penyusutan, yaitu metode garis lurus (straight
line), saldo menurun (declining
balance), jumlah angka-angka tahun (sum
of the years digit) dan unit produksi (unit
of production). Perusahaan tidak harus hanya menggunakan satu metode
penyusutan saja untuk semua aktiva tetap dimiliki. Perusahaan misalnya, dapat
menggunakan metode garis lurus untuk salah satu kelompok aktiva tetap dan
metode saldo menurun untuk kelompok aktiva yang lain. Di samping itu, metode
penyusutan yang dipakai dalam laporan keuangan untuk pajak mungkin berbeda
dengan metode penyusutan dalam laporan keuangan untuk pemegang saham dan
pihak-pihak lain.
1. Metode Garis Lurus
Dalam metode
garis lurus, biaya penyusutan dialokasikan berdasarkan berlalunya waktu, dalam
jumlah yang sama, sepanjang masa manfaat aktiva tetap. Biaya penyusutan
dihitung dengan rumus :
Biaya
Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Sisa
Tarif penyusutan, dalam metode garis lurus,
dapat dengan muda dihitung sebagai 100% dibagi dengan taksiran masa manfaat.
Misalnya, apabila taksiran masa manfaat adalah 5 tahun, maka tarif
penyusutannya adalah :
= 20%
Sebagai contoh,
anggaplah bahwa pada tanggal 2 Januari 199A dibe.. sebuah kendaraan dengan
harga Rp 12.500.000 (sudah termasuk bea ba... nama dan lain-lain). Nilai sisa
diperkirakan sebesar Rp 1.550.000. umur kendaraan diperkirakan lima tahun.
Biaya penyusutan tahunan dihitung sebagai berikut:
Biaya
Penyusutan = 20% (Rp 12.500.000 – Rp 1.550.000)
= Rp 2.190.000
Biaya penyusutan tahun pertama (dan
tahun-tahun berikutnya) dicatat sebagai berikut :
( D ) Biaya Penyusutan 2.190.000
( K )
Akumulasi penyusutan 2.190.000
Harga perolehan, biaya penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan
dan nilai buku kendaraan tersebut selama lima tahun nampak seperti terlihat
dibawah ini :
Tahun
|
Harga
Perolehan
|
Biaya
Penyusutan
|
Akumulasi
penyusutan
|
Nilai buku
|
1
2
3
4
5
|
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
|
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
|
Rp 2.190.000
Rp 4.380.000
Rp 6.570.000
Rp 8.760.000
Rp 10.950.000
|
Rp 10.310.000
Rp 8.120.000
Rp 5.930.000
Rp 3.740.000
Rp 1.550.000
|
2. Metode Saldo Menurun
Dengan menggunakan contoh kendaraan
seperti yang telah disebutkan di atas, biaya penyusutan pada tahun pertama akan
dihitung sebagai berikut :
Biaya Penyusutan = 40% x (Rp12.500.000 – 0) =
Rp 5.000.000
Perhatikan bahwa nilai buku awal
tahun pertama adalah sama dengan harga perolehannya,yaitu Rp 12.500.000 . Pada
saat itu akumulasi penyusutannya sama dengan nol. Penyusutan tahun pertama
dicatat sebagai berikut:
(D) Biaya penyusutan 5.000.000
(K) Akumulasi
penyusutan 5.000.000
Pada akhir tahun kedua, biaya
penyusutannya dihitung sebagai berikut:
Biaya
penyusutan = 40% x (Rp
12.500.000 Rp 5.000.000)
=
Rp 3.000.000
Nilai
buku pada awal tahun kedua sama dengan harga perolehan dikurangi dengan
akumulasi penyusutan pada saat itu, yang jumlahnya sama dengan Rp 5.000.000.
Penyusutan tahun kedua ini dicatat sebagai berikut:
(D) Biaya penyusutan 3.000.000
(K) Akumulasi
penyusutan 3.000.000
Harga perolehan , biaya penyusutan per tahun, akumulasi
penyusutan dan nilai buku kendaraan dalam contoh tadi selama lima tahun nampak
sebagai berikut:
Tahun
|
Harga Perolehan
|
Biaya Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku
|
1
2
3
4
5
|
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
|
Rp 5.000.000
Rp 3.000.000
Rp 1.800.000
Rp 1.080.000
Rp 70.000
|
Rp 5.000.000
Rp 8.000.000
Rp 9.800.000
Rp 10.880.000
Rp 10.950.000
|
Rp 7.500.000
Rp 4.500.000
Rp 2.700.000
Rp 1.620.000
Rp 1.550.000
|
Di atas telah dijelaskan bahwa
dalam metode saldo menurun tarif penyusutan dihitung sebesar dua kali tarif
metode garis lurus dengan tidak memperhatikan adanya nilai sisa. Walaupun
demikian, aktiva tetap yang bersangkutan tidak boleh disusutkan sampai di bawah
nilai sisa. Untuk menggambarkan mengenai masalah ini, perhatikan penyusutan
yang dilakukan pada tahun kelima.
Pada permulaan tahun kelima nilai
buku kendaraan adalah Rp 1.620.000. Dengan menggunakan cara perhitungan biasa,
biaya penyusutan untuk tahun ini seharusnya adalah 40% dari Rp 1.620.000 sama
dengan Rp 648.000. Tetapi apabila jumlah ini yang dibebankan sebagai biaya
penyusutan, maka pada akir tahun kelima nilai buku kendaraan menjadi Rp
972.000. Nilai sisa yang diperkirakan semula adalah Rp 1.550.000. Berdasarkan
ketetntuan di atas, penyusutan yang dibebankan pada tahun kelima hanyalah Rp
70.000 yaitu Rp 1.620.000 dikurangi dengan Rp 1.550.000.
3. Metode Jumlah Angka Tahun
Metode
jumlah angka tahun akan menghasilkan jadwal penyusutan yang sama dengan metode
saldo menurun. Jumlah penyusutan akan makin menurun dari tahun ke tahun. Tetapi
cara perhitungan penyusutan berbeda dengan metode sald menurun. Biaya
penyusutan dalam metode yang dihitumg degan menggunakan rumus:
Biaya
Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penysutan
Dasar
Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Sisa
Dasar
penyusutan pada metode jumlah angka tahun adalah harga perolehan dikurangi
nilai sisa, bukan nilai buku seperti dalam metode saldo menurun. Tarif
penyusutan dalam metode ini akan merupakan suatu bilangan pecahan yang makin
lama makin kecil. Pembilang dalam pecahan adalah angka-angka tahun yang ada
selama masa manfaat aktiva tetap. Jadi, apabila suatu aktiva tetap ditaksir
berumur lima tahun, maka angka-angka tahun yang ada adalah 1,2,3,4 dan 5.
Pembilang untuk tahun pertama adalah angka tahun terakhir (dalam contoh di atas
5). Pembilang tahun kedua adalah angka tahun kedua setelah terakhir (4)
demikian seterusnya, sehingga pembilang pada tahun kelima adalah angka tahun
pertama (1). Sebagai penyebut dalam pecahan adalah jumlah angka-angka tahun
yang ada. Jadi penyebut dalam contoh di atas adalah 1+2+3+4+5=15.
Biaya penyusutan untuk tahn pertama
dihitung sebagai berikut:
Biaya
Penyusutan = Tarif Penyusutan x
(Harga Perolehan – Nilai Sisa)
= 5/15 x (Rp 12.500.000 – 1.550.000)
= Rp 3.650.000
Biaya penyusutann untuk tahun kedua adalah sebagai
berikut:
Biaya
Penyusutan = Tarif Penyusutan x (Harga Perolehan – Nilai Sisa)
=
4/15 x (Rp 12.500.000 – Rp 1.550.000)
= Rp 2.920.000
Pencatatan biaya penyusutan untuk
tiap-tiap tahun tidak berbeda dengan yang telah diterangkan di atas.
Harga perolehan , biaya penyusutan
per tahun, akumulasi penyusutan dan nilai buku kendaraan dalam contoh tadi
selama lima tahun nampak sebagai berikut:
Tahun
|
Harga Perolehan
|
Harga Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku
|
1
2
3
4
5
|
Rp.12.500.000
Rp. 12.500.000
Rp. 12.500.000
Rp. 12.500.000
Rp. 12.500.000
|
Rp.3.650.000
Rp.2.920.000
Rp.2.190.000
Rp.1.460.000
Rp. 730.000
|
Rp.3.650.000
Rp.6.570.000
Rp.8.760.000
Rp.10.220.000
Rp.10.950.000
|
Rp.8.850.000
Rp.5.930.000
Rp.3.740.000
Rp.2.280.000
Rp.1.550.000
|
4. Metode Unit Produksi
Dalam metode garis lurus, saldo
menurun dan metode jumlah angka tahun taksiran manfaat aktiva tetap dinyatakan
dalam jangka waktu pemakaiannya. Dalam metode unit produksi taksiran manfaat
dinyatakan dalam kapasitas produksi yang dapat dihasilakn. Kapsitas produksi
ini dapat dinyatakan dalam bentuk unit produksi, jam pemakaian, kilometer
pemakain atau unit-unit kegiatan yang lain. Harga perolehan dikurangi nilai
sisa merupakan dasra penyusutan. Tarif penyusutan dihitung sebagai persentase
produksi aktual terhadap kapasitas produksi. Biaya penyusutan untuk setiap
periode dihitung dengan mengalikan tarif penyusutan. Untuk menggambarkan metode
penyusutan ini anggaplah bahwa pada tanggal 2 Januari 200A suatu mesin dibeli
dengan harga Rp 55.000.000. mesin itu diperkirakan mempunyai nilai sisa sebesar
Rp 5.000.000. Selama masih dapat digunakan, mesin tesebut diperkirakan dapat
menghasilkan 1.000.000 unit barang. Dalam tahun 200A diproduksi 25.000 unit.
Biaya penyusutan untuk tahun 200A adalah sebagaai berikut:
Tarif
Penyusutan = Produksi Aktual/
Kapasitas Produksi
= 245.000 / 1.000.000 x 100% = 24,5%
Biaya
Penyusutan = Tarif Penyusutan X
Dasar Penyusutan
Dasar
Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai
Sisa
= 24.,5% (Rp 55.000.000 – 5.000.000)
= Rp 12.250.000
Demikian,
maka tarif dan beban penyusutan akan bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung
pada produksi aktual yang dicapai dalam tahun yang bersangkutan.
H.
Pengeluaran dalam Aktiva
1. Pengeluaran Modal
2. Pengeluaran Pendapatan
Pengeluaran
pendapat adalah pengeluaran-pengeluaran yang hanya mendatangkan manfaat untuk
tahun dimana pengeluaran tersebut dilakukan. Oleh karena itu, pengeluaran
pendapatan akan dibebankan sebagai biaya. Biaya pemeliharaan dan perbaikan
rutin merupakan contoh dari jenis pengeluaran ini. Biaya pemeliharaan adalah
biaya-biaya yabg terjadi agar aktiva tetap selalu berada dalam keadaan baik.
Biaya perbaikan adalah biaya-biaya untuk mengembalikan aktiva tetap dalam
keadaan baik.
Biaya
perbaikan rutin, seperti mengganti sekrup dan baut serta suku cadang yang tidak
penting, dianggap sebagai pengeluaran pendapatan dan oleh karena itu dibebankan
sebagai biaya pada saat terjadinya. Perbaikan besar-besaran dianggap sebagai
pengeluaran modal. Contoh biaya pemeliharaan adalah pengecatan, olie, dan
lain-lain.
I.
Aktiva Tetap tak Berwujud
1. Hak Paten (Patents)
Hak
paten adalah hak istimewa yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memberikan
kewenangan kepada pemegang hak intik memproduksi, menjual, dan mengawasi
penemuannya dalam jangka waktu tertentu sejak hak tersebut diberikan. Suatu hak
paten biasanyatidak dapat diperbaharui, jangka waktunya bias diperpanjang dengan
memberikan hak paten yang baru, apabila terdapat perbaikan atau perubahan pada
rancangan dasar penemuannya yang lama.
Harga
perolehan suatu aktiva aktiva tak berwujud adalah kas yang dibayarkan untuk
mendapatkan hak paten. Hak paten seolah-olah dibeli dari pemerintah. Dengan adanya hak ini, pemegang hak paten
menjadi terlindung dari kemungkinan adanya pelanggaran oleh pesaing.
Perlindungan dari pesaing sangat berguna bagi perusahaan dalam mengamankan
uppaya memperoleh laba melalui penjualan barang atau jasa. Itulah sebabnya
perusahaan yang berhasil menemukan suatu produk baru, tidak segan-segan untuk
mengeluarkan sejumlah uang demi memperoleh hak paten dari pemerintah, agar
pihak lain tidak dibenarkan untuk memproduksi dan menjual temuan baru tersebut.
Pengeluaran untuk memperoleh hak paten
dicatat dalam tekening Hal Paten atau biasa disingkat dengan Paten dan
diamortisasi selama masa tertentu.
Harga perolehan hak paten harus
diamortisasi selama masa berlaku hak tersebut atau selama masa manfaatnya,
tergantung mana yang lebih pendek. Dalam menentukan masa manfaat, perusahaan
harus mempertimbangkan kapan penemuan diperkirakan akan mulai ketinggalan
jaman, atau tidak memadai lagi, dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan hak
paten menjadi tidak ekonomis lagi sebelum masa berlaku hak paten tersebut.
Untuk memberikan gambaran mengenao perhitungan biaya paten, misalkan PT AKD
membeli hak paten dengan harga perolehan Rp.60.000.000 masa manfaat hak
tersebut diperkirakan 8 tahun. Dengan demikian amortisasi per tahun adalah
Rp.7.500.000 (Rp.60.000.000:8). Jurnal untuk mencatat amortisasi tahunan adalah sebagai berikut.
Des. 31
Biaya Paten Rp.7.500.000
Hak Paten Rp.7.500.000
(untuk mencatat amortisasi hak
paten)
Biaya paten dikelompokan dalam laporan
laba-rugi sebagai biaya operasi.
2.
Hak Cipta (Copyright)
Hak cipta adalah hak yang diberikan oleh
pemerintah, yang memberikan hak istimewa kepada pemegang hak tersebut untuk memproduksi
dan menjual suatu karya seni atau karya tulis. Harga perolehan suatu hak cipta
terdiri dari pengeluaran untuk mendapatkan dan mempertahankan hak tersebut.
Masa manfaat suatu hak cipta biasanya
lebih pendek daripada masa berlakunya. Mengingat sulitnya penentuan masa
manfaat suatu hak cipta, maka hak cipta biasanya diamortisasi dalam periode
waktu yang relative pendek.
3. Hak Merk atau Merk
Dagang (Trade Mark)
Hak merk atau merk dagang adalah kta,
rangkaian kata, logo, atau symbol yang membedakan atau member identitas suatu
perusahaan tertentu atau produk tertentu. Apabila kita mendengar nama dagang
seperti Pepsodent, Coca-cola, Mie Indomie, dsb, dengan cepat terbayang dalam
pikiran kita produk apa yang dimaksud dan tidak akan salah mengartikannya pada
produk lain. Nama dagang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi perusahaan
dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemasarannya. Penemu atau pemakai
pertama dapat memperoleh hak istimewa untuk menggunakan nama merk atau merk
dagang dengan mendaftarkannya pada pemerintah.
Apabila merk dagang atau nama dagang
dibeli, maka harga perolehan hak tersebut adalah harga belinya. Apabila
dikembangkan sendiri oleh perusahaan, maka harga perolehan meliputi biaya
hokum, biaya pendaftaran, biaya perancangan, dan pengeluaran-pengeluaran lain
yang langsung berhubungan dengan perolehan hak tersebut.
Seperti halnya aktiva tak berwujud
lainnya, hak merk harus diamortisasi selama masa manfaat atau masa berlakunya,
tergantung mana yang lebih pendek. Mengingat sulitnya penentuan masa manfaat
suatu hak merk, biasanya ditetapkan jangka waktu yang relative pendek.
4.
Franchise
Franchise adalah hubungan
kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan sukses (mempunyai merek dagang
ternama) dengan usahawan yang relative baru atau lemah dalam usaha tersebut
dengan tujuan memperluas usahanya dan saling menguntungkan, khususnya dalam
bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen. Franchise
juga merupakan bisnis yang cukup mudah untuk mendapatkan keuntungan, terutama
bagi franchisor karena franchisor tidak perlu membuang biaya yang berlebih
untuk membuka cabang baru di tempat lain untuk mengembangkan bisnisnya.
Melainkan cukup dengan bisnis franchise usahanya dapat berkembang di berbagai
tempat.
Sedangkan menurut David J.Kaufmann
definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang
dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee)
yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh
franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
Unsur-Unsur Franchise
1. Adanya
minimal dua pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee. Pihak
franshisor sebagai pihak yang memberikan franchise sementara pihak franshisee
merupakan pihak yang diberikan/ menerima franshise tersebut;
2. Adanya
penawaran paket usaha dari franchisor;
3. Adanya
kerja sama pengelolaan unit usaha antara pihak franchisor dengan pihak
franchisee,;
4. Dipunyaianya
unit usaha tertentu (outlet) oleh
pihak franchisee yang akan memamfaatkan paket usaha miliknya pihak franchisor;
5. Seringkali
terdapat kontrak tertulis antara pihak franchisor dan pihak franchisee;
5.
Goodwill
a)
Pengertian Goodwill
Goodwill
adalah Aktiva Tetap Tak Berwujud yang paling tidak berwujud, dalam artian
goodwill termasuk yang paling sulit diukur apalagi untuk dihitung. Goodwill
masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud (Intangible Asset).
Goodwill merupakan bagian dari aktiva dalam neraca, yang mencerminkan kelebihan
pembayaran atas aktiva
yang dibutuhkan perusahaan dibandingkan dengan nilai pasar. Atau aktiva tak
berwujud yang merepresentasikan jumlah yang lebih besar dari nilai buku yang dibayar oleh suatu
perusahaan untuk mendapatkan perusahaan lain. Secara teoritis, merupakan nilai
sekarang dari kelebihan laba
suatu perusahaan pada masa yang akan datang dalam suatu industri. Nilainya sama
dengan harga pembelian dikurangi nilai buku dari aktiva neto perusahaan yang
diinginkan dikurangi jumlah aktiva-aktiva perusahaan yang diinginkan yang bisa
di depresiasikan, yang ditambahkan ke
nilai pasar wajar. Nilai pasar yang wajar akan sama dengan harga pembelian.
Dari sekian lama perjalanan sejarah (20
abad lebih), konsep mengenai goodwill mengalami perubahan demi perubahan. Di
awal-awal goodwill dianggap sebagai nilai lebih dari suatu perusahaan di
mata customer nya, belakangan ini konsep mengenai goodwill semakin berkembang,
dimana banyak pelaku bisnis dan accountant menganggap bahwa goodwill merupakan
hasil dari kemampuan perusahaan memperoleh laba dari investor.
b)
Perolehan Goodwill
Dari perspektif akuntansi, goodwill hanya akan muncul
pada buku apabila perusahaan membeli perusahaan lain, dimana
perusahaan membayar lebih besar dari kekayaan bersih yang bisa diidentifikasi
atas perusahaan yang dibelinya.
c) Pengukuran
Goodwill
Bagaimana mengukur goodwill ? Begitu banyak metode
yang dipakai dalam menentukan goodwill, dimana masing-masing metode masih
mengalami pro dan kontra, yang pada akhirnya membuat goodwill sungguh menjadi materi
akuntansi yang sulit untuk dipahami. Berikut adalah salah satu metode sederhana
untuk mencari jumlah goodwill.
Contoh :
PT. DD Tito, adalah perusahaan exporter kerang cinta.
Karena meningkatknya order atas kerang cinta, PT DD Tito mengalami kesulitan
supply, satu-satunya supplier kerang mutiara terbesar dari Jakarta, yaitu PT. Deka
Jaya, secara terus menerus melakukan kenaikan harga atas supply-nya. Dominasi
PT. Deka Jaya atas supply kerang cinta menjadi kesulitan tersendiri bagi PT. DD
Tito. Berdasarkan hasil rapat pemegang saham tanggal 31 Januari 2010 PT. DD
Tito memutuskan untuk membeli PT. Deka Jaya seharga Rp 6,000,000 secara tunai.
Sebelum pembelian dilakukan neraca masing-masing perusahaan adalah sebagai
berikut :
NERACA PT. DD TITO, Per 31 Januari 2010
Aset
|
|
Aktiva Lancar
|
Rp.
7.500.000
|
Aktiva Tetap
|
Rp.10.000.000
|
Aktiva Lain-lain
|
Rp.
650.000
|
Total Asset
|
Rp.18.150.000
|
|
|
Liabilitas
|
|
Hutang Dagang
|
Rp.
800.000
|
Hutang Jangka Panjang
|
Rp.
1.250.000
|
|
|
Ekuitas
|
|
Modal
|
Rp.
3.000.000
|
Laba di tahan
|
Rp.
8.000.000
|
Laba Tahun Berjalan
|
Rp.
5.100.000
|
Total Liabilitas & Ekuitas
|
Rp.18.150.000
|
NERACA PT. DEKA JAYA, Per 31 januari 2010
Asset
|
|
Aktiva Lancar
|
Rp.1.000.000
|
Aktiva Tetap
|
Rp.5.000.000
|
Aktiva Lain-lain
|
Rp.
750.000
|
Total Asset
|
Rp.6.750.000
|
|
|
Liabilitas
|
|
Hutang Dagang
|
Rp.
250.000
|
Hutang Jangka Panjang
|
Rp.
750.000
|
|
|
Ekuitas
|
|
Modal
|
Rp.2.000.000
|
Laba di tahan
|
Rp.2.250.000
|
Laba Tahun Berjalan
|
Rp.1.500.000
|
Total Liabilitas dan Ekuitas
|
Rp.6.750.000
|
Mulai dengan mentukan kekayaan
bersihnya (net asset) dengan
persamaan :
Net Asset = Total Asset – Liabilitas
Net Asset = Rp. 6.750.000 – Rp.1.000.000
Net Asset = Rp.5.750.000
Net Asset = Total Asset – Liabilitas
Net Asset = Rp. 6.750.000 – Rp.1.000.000
Net Asset = Rp.5.750.000
Merujuk
batasan pengakuan atas goodwill diatas, dimana goodwill merupakan selisih
antara Harga beli dengan Nilai kekayaan bersih (net asset) yang dapat diidentifikasi atas perusahaan yang dibeli,
maka besarnya goodwill dapat kita tentukan :
Goodwill = Harga Beli – Net Asset
Goodwill = Rp.6.000.000 – Rp.5.750.000
Goodwill = Rp.250.000
Dicatat dengan jurnal :
Tanggal
|
Keterangan
|
Ref
|
Debit
|
Kredit
|
31 Jan
|
Aktiva Lancar
|
|
Rp.1.000.000
|
|
|
Aktiva Tetap
|
|
Rp.5.000.000
|
|
|
Aktiva Lain-lain
|
|
Rp. 750.000
|
|
|
Goodwill
|
|
Rp. 250.000
|
|
|
Hutang Dagang
|
|
|
Rp. 250.000
|
|
Hutang Jangka Panjang
|
|
|
Rp. 750.000
|
|
Kas
|
|
|
Rp.6.000.000
|
Total
|
|
|
Rp.7.000.000
|
Rp.7.000.000
|
J. Amortisasi
1.
Pengertian Amortisasi
Pada UU PPh menggunakan istilah
harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi mempunyai pengertian yang sama
dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah dilakukan pada asset tetap berwujud,
nilai asset tetap tah berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut
juga dengan Amortisasi.
Pengertian asset tak berwujud adalah
asset tak lancar (non-current asset)
dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya
dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi
asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk dalam asset tak berwujud adalah hak
paten, Goodwill, hak merk.
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
1. Kelompok
harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok
harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
3. Kelompok
harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
4. Kelompok
harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun
2.
Metode Amortisasi
Metode amortisasi yang dipergunakan
adalah metode garis lurus (straight line
method) dan metode saldo menurun (declining
balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode
untuk melakukan amortisasi.
3.
Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan
Tarif Amortisasi
Dalam menghitung amortisasi asset
tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya.
Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tarif penyusutan terlihat
sebagai berikut:
Kelompok Harta tak Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Amortisasi berdasarkan metode garis lurus
|
Tarif Amortisasi berdasarkan metode saldo menurun
|
Kelompok
1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok
2
|
8 tahun
|
12,50%
|
25%
|
Kelompok
3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,50%
|
Kelompok
4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
Penetapan masa manfaat dan tariff
amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam melakukan
amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang dipilih berdasarkan
masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset
tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib
pajak menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak
berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4
tahun atau 8 tahun. Apabila masa manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan
kelompok masa manfaat 4 tahun.
4.
Contoh Perhitungan Amortisasi
PT Asti Jaya pada tanggal 4 November
2001 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100.000.000,00 untuk memperoleh hak lisensi
dari Phoenixcyle Ltd. selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda Phoenix.
Perhitungan amortisasi hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:
Alternatif I : Metode Garis Lurus
Amortisasi tahun 2001:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2004:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Alternatif II : Metode Saldo Menurun
Amortisasi tahun 2001:
50% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
50% x (Rp. 100.000.000,00 – Rp. 50.000.000,00)
50% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
50% x (Rp. 50.000.000,00 – Rp. 25.000.000,00)
50% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
Amortisasi tahun 2004:
Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada
tahun 2004 seluruh sisa nilai buku diamortisasikan sekaligus sehingga
amortisasi tahun 2004 adalah:
(Rp. 25.000.000,00 – Rp. 12.500.000,00) = Rp. 12.500.000,00
- Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi
a)
Hak atau Pengeluaran di bidang
Penambangan minyak dan gas bumi
Amortisasi dengan metode satuan
produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang
penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan
dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama
dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi
pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak
dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Contoh:
Pada tahun 2001 PT Dira Oil
mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 unutk memperoleh hak
penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000
barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi
untuk tahun 2002 adalah:
Tarif amortisasi =
(realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%
= 30%
Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1.000.000.000,00
= Rp.
300.000.000,00
Seandainya jumlah produksi yang
sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa
pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan
sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Hak penambangan selain minyak
dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber, dan hasil alam
lainnya.
Amortisasi dengan metode satuan
produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan pada amortisasi atas:
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak
penambangan selain minyak dan gas bumi
2. Pengeluaran untuk memperoleh hak
pengusahaan hutan
3. Pengeluaran untuk memperoleh hak
pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 tahun
Contoh:
PT DiraWood pada tahun 2002
mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak pengusahaan
hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton. Jumlah produksi
pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi dengan
persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar:
(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp.
1.000.000.000,00 =
40% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp.
400.000.000,00
Jumlah yang telah diamortisasi
maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan
hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00
DAFTAR PUSTAKA
Soemarso,1999, Akuntansi Suatu Pengantar :
Edisi Keempat, Jakarta.Rineka Cipta.
Sugiri, Slamet,1987, Pengantar Akuntansi 1,Yogyakarta,BPFE.
Jusup, Haryono, 1994, Dasar-dasar Akuntansi, Yogyakarta. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN.
Kumpulan Ilmu. (2012). Jenis-jenis Aktiva menurut
Para Ahli. [Online]. Tersedia : http://mbegedut.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-aktiva-menurut-para-ahli.html. Diakses pada
tanggal 17
Mei 2013.
Wikipedia Ensiklopedia Bebas (2013). Goodwill.
[Online] : http://id.wikipedia.org/wiki/Goodwill_%28akuntansi%29 diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
Accounting. (2012). Goodwill. [Online] : http://akuntansicash.blogspot.com/2012/02/goodwill.html diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
LookforScience’s
Blog. (2012). Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi. [Online] : http://lookforscience.wordpress.com/2012/05/03/penyusutan-amortisasi-dan-revaluasi/ diakses pada tanggal 3 Juni 2013.
0 komentar:
Posting Komentar