Minggu, 18 Januari 2015

Makalah Akuntansi : Aktiva Tetap

0



AKTIVA TETAP

A.    Pendahuluan
      Gedung yang kokoh adalah gedung yang memiliki pondasi yang kuat dan kokoh pula. Dengan adanya pondasi ini, maka gedung tersebut dapat bertahan semakin lama. Lalu konsep seperti ini diaplikasikan kedalam perakuntansian, dimana gedung adalah sebuah perusahaan dan pondasi adalah sumber-sumber aktiva. Sehingga, jika suatu perusahaan ingin tetap bertahan dan pterus mengembangkan kegiatan operasional perusahaannya, maka perusahaan tersebut harus memiliki aktiva-aktiva yang menjadi kelengkapan suatu perusahaan.
      Diasumsikan perusahaan milik Negara PT PUSRI ( Pupuk Sriwijaya ), yaitu sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis pupuk dan salah satunya adalah pupuk UREA.  PT PUSRI memproduksi berjuta-juta ton pupuk tiap harinya, artinya perusahaan tersebut memliki tingkat relevan aktivitas yang begitu efisien. Namun, dalam hal ini tingkat produksi tidaklah menjadi pondasi yang cukup kuat dalam suatu perusahaan, namun peralatan-peralatan yang digunakan dalam membuat pupuklah yang menjadi pondasi bagi perusahaan agar tetap bisa menopang kehidupan operasional perusahaan.
      Peralatan, mesin, bangunan atau gedung, tanah, dan lain sebagainya merupakan salah satu sumber-sumber ekonomis perusahaan yang di klasifikasikan menjadi aktiva tetap, yaitu suatu sumber uang yang secara khusus tidak digunakan dalam kegiatan menghasilkan laba perusahaan. Karena itu, aktiva tetap menjadi pondasi yang kuat dalam suatu perusahaan karena memang dengan adanya aktiva tetap ini maka kegiatan produktivitas usia perusahaan terus terjangkau kedepannya.

B.     Aktiva dan Sumbernya
Orang  mendirikan sesuatu badan usaha tentu memiliki rupa-rupa harapan. Pada umumnya orang menunjuk pencapaian laba sebagai tujuan utamanya. Tanpa mengesampingkan tujuan lainnya, memang tak dapat disangkal bahwa laba merupakan tujuan sebab tanpa memperoleh laba perusahaan tak akana dapat bertahan lama.
Untuk mencapai tujuannya, perusahaan harus memiliki sumber-sumber ekonomis. Dalam istilah akuntansi, sumber ekonomis disebut sbagai aktiva (assets). Aktiva memiliki peranan yang sangat vital. Sebuah perusahaan pengangkutan harus memiliki alay-alat angkutan, sebuah pabrik sepatu harus memiliki pabrik dan mesin-mesin, sebuah perusahaan pengecer harus mempunyai kios, dan sebagainya. Salah satu aktiva yang selalu diutuhkan oleh semua perusahaan adalah uang tunai atau kas.
Dari manakah aktiva diperoleh ? Pada awal berdirinya perusahaan, lazimnya aktiva diperoleh dari setoran pemilik. Mislanya, pada 1 Januari 1977 Tuan Agus mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengangkutan. Saat pendirian Tuan Agus menyetorkan aktiva berupa: (a) uang tunai Rp.3.000.000,00 (b) tanah, gedung, garasi mobil senilai Rp.30.000.000,00 dan (c) kendaraan truk senilai Rp.15.000.000,00. Dengan rupa-rupa setoran pemiliknya, pada awal pendiriannya perusahaan pengangkutan tersebut memiliki aktiva sebesar Rp.48.000.000,00. Sumber aktiva yang lain adalah dari pinjaman kredit pemasok. Misalkan saja untuk mendirikan di atas, Tuan Agus menarik kredit bank sebesar Rp.10.000.000,00 maka perusahaan tersebut memiliki aset  sebesar Rp.58.000.000,00 dengan rician: berasal dari setoran pemilik sebesar Rp.48.000.000,00 dan dari pinjaman sebesar Rp.10.000.000,00.
Sumber perolehan aktiva disebut pasiva (equity). Porsi pasiva yang berasal dari pemilik disebut modal, sedangkan dari kreditur disebut utang. Ringkasnya, jumlah aktiva selalu sama dengan hak pemilik yang berupa modal ditambah hak kreditur yang berupa utang.
      Berdasarkan konstatasi di atas kita dapat menyusun identitas sebagai berikut :


AKTIVA = PASIVA
 
 
                                                                                                                               
Oleh karena Pasiva = Utang + Modal, maka :


PASIVA = UTANG + MODAL
 
 




Namun, berdasarkan PSAK 16, format dari Aktiva dan pasiva di rubah menjadi Aset, Liabilitas, dan Ekuitas. Sehingga bentuk dari identitas tersebut disempurnakan menjadi


ASET = LIABILITAS + EKUITAS
 
 


Hubungan antara aktiva, utang dan modal dalam bentuk persamaan matematika tersebut merupaka inti pencatatan akuntansi dan dikenal sebagai persamaan dasar akuntansi.
C. Arti Penting Aktiva Tetap
Pada umunya perusahaan melakukan investasi yang besar jumlahnya pada berbagai aktiva tetap. Dalam perusahaan-perusahaan yang padatmodal, aktiva tetap kadang-kadang mencapai 75% dari total aktiva yang dimilikinya. Hal ini disebabkan karena aktiva yang tergolong sebagai aktiva tetap, umumnya mahal harganya. Cobalah tengok aktiva tetap sebuah perusahaan seperti tanah, gedung, mesin-mesin, kendaraan, dan peralatan. Pada umumnya barabg-barang semacam itu mempunyai harga yang relatif mahal. Oleh karena itu tidak mengherankan bila nilai rupiah aktiva tetap dalam neraca perusahaan seringkali jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan aktiva lain-lainnya.
            Dalam laporan rugi-laba, biaya yang berkaitan dengan penggunaan aktiva tetap, seperti biaya depresiasi dan biaya pemeliharaan; juga seringkali merupakan komponen yang cukup tinggi. Jumlah rupiah depresiasi mempunyai hubungan langsung dengan harga perolehan aktiva tetap. Bila nilai rupiah aktiva tetap tinggi, seperti diuraikan di atas, maka dengan sendirinya depresiasi tahunan juga akan menjadi tinggi. Di pihak lain, biaya pemeliharaan aktiva tetap pada umumnya juga cukup tinggi. Sebagai aktiva yang diharapkan akan digunakan dalam jangka panjang, maka factor pemeliharaan sangat menentukan keberhasilan operasi perusahaan. Hal lain yang kadang-kadang tidak kalah pentingnya adalah pajak kekayaan yang harus dibayar perusahaan sehubungan dengan pemiliknya dengan pemiliknya aktiva tetap, seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak kendaraan bermotor. Jelaslah , aktiva tetap akan berpengaruh cukup besar pada hasil usaha perusahaan yang tercermin dalam laporan rugi-laba perusahaan yang bersangkutan.

D. Pengklasifikasian Aktiva Tetap Berwujud
Aktiva tetap biasanya digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Tanah, seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung-gedung perusahaan.
2. Perbaikan Tanah, seperti jalan-jalan di seputar lokasi perusahaan yang dibangun perusahaan, tempat parker, pagar , dan saluran air bawah tanah.
3.  Gedung, seperti gedung yang digunakan untuk kantor, took, pabrik, dan gudang.
4. Peralatan, seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan, dan meubel.
     Sebagaimana halnya pembelian rumah dan peralatan yang dilakukan seseorang dalam rumah tangga, pemiliknya aktiva tetap juga merupakan keputusan yang penting bagi suatu perusahaan, Selain itu merupakan hal penting pula bagu perusahaan untuk (1) menjaga agar aktiva selalu berada dalam kondisi yang baik, (2) mengganti fasilitas yang sudah rusak atau aus akibat pemakaian, dan (3) menambah aktiva jika diperlukan.
E. Penentuan Harga Perolehan Aktiva Tetap
Agar sejalan dengan prinsip akuntansi yang lazim, aktiva tetap harus dicatat sebesar harga perolehannya. Harga perolehan meliputi semua pengeluaran yang diperlukan untuk mendapat aktiva, dan pengeluaran-pengeluaran lain agar aktiva siap untuk digunakan. Sebagai contoh, harga beli mesin, biaya pengangkutan mesin yang dibayar pembeli, dan biaya pemasangan mesin adalah bagian dari harga perolehan mesin pabrik yang dibeli perusahaan. Pengeluaran lain yang tidak diperlukan harus dipandangsebagai biayaatau kerugian, seperti akan diterangkan nanti pada bagian lain bab ini.
            Harga perolehan diukur dengan kas yang dibayarkan pada suatu transakasi secara tunai. Dalam hal aktiva tidak dibayar dengan kas, maka harga perolehan ditetapkan sebagai nilai wajar dari aktiva yang diperoleh atau aktiva yang diserahkan, yang mana yang lebih layak berdasarkan bukti atau data yang ditersedia. Apabila harga perolehan tetap ditetapkan, maka harga perolehan tersebut akan menjadi dasar untuk akuntansi selama masa pemakaian aktiva yang bersangkutan. Akuntansi tidak mengakui pemakaian harga pasar atau harga pengganti selama pemakaian suatu aktiva tetap. Penerapan prinsip harga perolehan untuk tiap golongan utama aktiva tetap akan diuraikan di bawah ini.
1. Tanah
             Harga perolehan tanah meliputi (1) harga beli tunai tanah, (2) biaya balik nama, (3) komisi perantara, dan (4) pajak atau pungutan lainyang harus dibayar oleh pembeli. Sebagai contoh, misalkan harga tunai tanah adalah Rp.10.000.000 dan pembeli setuju untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) yang belum dibayar oleh pemilik lama sebesar Rp.250.000, maka harga perolehan tanah akan menjadi Rp.10.250.000.
                 Semua pengeluaran lain yang diperlukan agar tanah siap untuk digunakan yang bersifat perbaikan permanen didebet rekening Tanah. Seandainya tanah yang dibeli tidak rata, berbatu-batu atau penuh dengan tanaman liar, maka harga perolehan tanah akan meliputi juga pengeluaran untuk pembersihan dan perataan tana. Kadang-kadang di atas tanah yang dibeli terdapat bangunan yang tidak diperlukan pembeli sehingga harus dibongkar, agar tanah dapat digunakan sesuai dengan maksud pembeli. Dalam hal seperti itu, pengeluaran untuk membongkardikurangi dengan hasil penjualan sisa bongkaran, harus dibebankan juga pada rekening Tanah. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan membeli sebidang tanah dengan harga tunai Rp.100.000.000,00 diatas tanah tersebut terdapat gudang tua yang menbutuhkan pengeluaran bersih untuk membongkarnya sebesar Rp.6.000.00,00 (pengeluaran sesungguhnya Rp.7.500.000,00 dikurangi hasil penjualan sisa bongkaran Rp.1.500.000,00). Pengeluaran lain terdiri dari biaya balik nama Rp.1.000.000,00 dan komisi perantara Rp.8.000.000,00. Berdasarkan data tersebut, harga perolehan tanah akan menjadi Rp.115.000.000,00/.
2. Perbaikan tanah
                 Harga perolehan perbaikan tanah meliputi semua pengeluaran yang dilakukan sampai perbaikan siap untuk digunakan sebagaimana dimaksud dengan perbaikan tersebut. Sebagai contoh, harga perolehan tempat parkir kendaraan yang baru dibangun, meliputi semua pengeluaran untuk pengerasan dan pengaspalan, saluran air dan pembuatan fasilitas penerangan, serta pemagaran diseputar wilayah tempat parkir. Perbaikan tanah agar dapat digunakan sebagai tempat parkir diatas, mempunyai masa pemakaian yang terbatas, sebab dalam waktu beberapa tahun akan rusak karena dipakai atau dimakan usia. Oleh karena itu, pengeluaran-pengeluaran diatas disusut selama umur pemakaian aktiva ini.
3. Gedung          
                 Semua pengeluaran yang berhubungan dengan pembelian atau pembangunan sebuah gedung harus dibebankan pada rekening Gedung. Apabila gedung dimiliki melalui pembelian, maka harga perlehannya meliputi harga beli, biaya notaries, dan komisi perantara. Namun seandainya gedung dibangun sendiri, maka harga perolehannya meliputi semua pengeluaran untuk membuat gedung, termasuk pembuatan saluran listrik dan air.
                 Apabila perusahaan membuat bangunan yang membutuhkan fasilitas tertentu, seperti misalnya PT Tugu Motor membuat bangunan untuk servis dan cuci kendaraan, maka harga perolehan gedung meliputi harga kontrak bangunan ditambah biaya perencanaan oleh arsitek, biaya untuk memperoleh ijin mendirikan bangunan (IMB), termasuk pula pembuatan fasilotas pencucian. Selain itu, biaya bunga selama masa pembangunan (konstirksi) juga harus ditambahkan pada harga perolehan bangunan, apabila: (1) masa pembangunan mencakup periode waktu yang cukup panjang, dan (2) beban bunga cukuip besar jumlahnya, dalam hal demikian, biaya bunga dapat dipandang sebagai biaya yang doperlukan seperti halnya biaya bahan dan tenaga kerja. Namun hendaknya diingat, bahwa biaya bunga diperhitungkan sebagai harga perolehan gedung hanya selama periode pembangunan, setelah pembangunan selesai, maka pembayaran bunga atas dana yang dipinjam untuk pembangunan tersebut, harus dibebankan sebagai biaya bunga.
4. Peralatan
                 Harga perolehan peralatan terdiri dari harga beli tunai, biaya pengangkutan dan biaya asuransi selama dalam pengangkutan yang dibayar oleh pembeli. Termasuk pula didalamnya pengeluaran untuk perangkitan, pemasangan, dan pengujian peralatan yang dibeli. Bea balik nama kendaraan tahunan atau asuransi kecelakaan kendaraan yang harus dibayar pemilik, tidak dibebankan sebagai harga perolehan, melainkan diperlakukan sebagai biaya tahun yang bersangkutan. Pembayaran untuk perbaikan keruskan dalam pengangkutan dan biaya perakitan atau pemasangan yang dipandang tidak diperlukan, tidak dimasukkan sebagai harga perolehan, melainkan sebagai biaya atau kerugian. Sebagai contoh, misalkan pada bulan januari 1992 PT Pangrango membeli sebuah truk dengan harga tunai Rp.12.000.000,00. Pengeluaran lain yang bersangkutan dengan pembelian truk tersebut adalah pajak pertambahan nilai (PPN) Rp.1.200.000,00, pengecatan dan penulisan merek pada truk Rp.500.000,00, biaya balik nama kendaraan (BBN) Rp.1.200.000,00, biaya pengurusan STNK Rp.250.000,00 dan premi asuransi kecelakaan yang dibayar di muka untuk 3 tahun Rp.600.000,00.
F. Konsep Penyusutan (Depreciation)
Semua jenis aktiva tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlalun waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi menurunnya kemampuan adalah pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas yang tersebut dengan yang diminta dan keterbelakangan teknologi. Berkurangnya kapasitas berarti berkurangnya nilai aktiva tetap yang bersangkutan. Hal ini perlu dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aktiva tetap berwujud disebut penyusutan (depreciation).
Pengertian penyusutan sering disalah-artikan. Banyak pendapat bahwa penyusutan adalah pemupukan dana untuk membeli aktiva tetap apabila sudah memerlukan penggantian. Salah pengertian demikian sebetulnya, merupakan hal yang wajar. Biaya penyusutan yang dibebankan ke pendapatan, sama sekali tidak memerlukan pengeluaran kas. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa, mestinya, berkurangnya, oleh karena dibebankannya biaya penyusutan akan berakibat bertambahnya uang kas. Secara teoritis pendapat ini masuk akal. Tetapi tidak berlaku apabila penambahan uang kas memang betul-betul disisikan Tidak boleh digunakan untuk keperluan lain selain pembelian aktiva tetap. Inipun masih menimbulkan persoalan,apakah setelah aktiva tetap yang lama perlu diganti, dana yang tersedia akan cukup untuk membuat yang baru. Kenyataannya adalah pembebanan  biaya penyusutan tidak sekaligus diikiuti dengan penyisihan dana untuk keperluan penggntian aktiva tetap. Jadi ada kemungkinan uang kas yang seyogyanya ada dalam beban penyusutan tadi telah digunakan untuk kegiatan perusahaan membeli barang dagang misalnya.
Salah pengertian kedua adalah adanya pendapat bahwa penyusutan dilakukan agar aktiva tetap menunjukkan nilai pasar yang berlaku. Penyusutan dalam akuntansi tidak ada hubungannya dengan penilaian aktiva tetap menurut harga pasar. Nilai aktiva tetap setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan jarang mencerminkan harga pasar yang berlaku. Menurut pengertian akuntansi, penyusutan semata-mata merupakan alokasi harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya, yang dibebankan ke pendapatan karena terbatasnya manfaat yang dapat diperoleh. Penyusutan dapat dihitung tiap-tiap bulan atau ditunda sampai dengan akhir tahun. Apabila dibuat blaporan keuangan interim secara bulanan, penyusutan yang dilakukan bulanan akan lebih dapat mencerminkan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dalam bulan yang bersangkutan.
Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat penyusutan adalah debit biaya penyusutan dan kredit akumulasi penyusutan. Kadang-kadang perkiraan yang dikredit disebut dengan  cadangan penyusutan. Penggunaan istilah cadangan penyusutan, kalau bisa, agar dihindari. Hal ini akan menimbulkan salah interpretasi. Kata cadangan berarti laba yang dicadangkan untuk tujuan tertentu. Biaya penyusutan merupakan perkiraan sementara yang pada akhir tahun akan ditutup ke perkiraan tetap. Ia merupakan perkiraan kontra terhadap aktiva tetap yang bersangkutan. Digunakannya perkiraan kontra dalam mencatat penyusutan ialah agar harga perolehan aktiva masih dapat disajikan seperti adanya. Perkiraan akumulasi penyusutan digunakan untuk mencatat secara akumulatif jumlah penyusutan merupakan bagian dari harga perolehan yang belum disusutkan. Selisih ini disebut nilai buku (book value) aktiva tetap.
G. Metode Penyusutan
Ada dua faktor yang mempengaruhi besarnya penyusutan. Dua faktor itu adalah nilai aktiva tetap yang digunakan dalam penghitungan penyusutan (dasar penyusutan) dan taksiran manfaat. Dasar penyusutan dapat berupa (a) Harga perolehan atau; (b) Nilai buku. Nilai maksimum aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah harga perolehannya. Tetapi, ada kalanya, dianggap setelah habis dipakai, aktiva tetap yang bersangkutan masih mempunyai nilai, yang disebut nilai sisa (residual,scrap atau salvage value). Nilai sisa adalah taksiran harga pasar aktiva tetap pada akhir masa manfaat. Dalam hal demikian, nilai yang dapat disusutkan adalah harga perolehan dikurangi nilai sisa.
        Taksiran manfaat mencerminkan besarnya kapasitas/manfaat aktiva tetap selama dapat dipakai. Taksiran ini dapat dinyatakan dalam lamanya jangka waktu pemakaian (umur berguna atau masa manfaat = useful lives) atau kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Untuk menghitung penyusutan, taksiran manfaat dinyatakan dalam tarif penyusutan. Dengan uaraian ini, pada dasarnya, penyusutan aktiva tetap, untuk suatu tahun, dapat dihitung dengan rumus :
        Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutn x Dasar Penyusutan
        Ada beberapa cara untuk menghitung penyusutan, yaitu metode garis lurus (straight line), saldo menurun (declining balance), jumlah angka-angka tahun (sum of the years digit) dan unit produksi (unit of production). Perusahaan tidak harus hanya menggunakan satu metode penyusutan saja untuk semua aktiva tetap dimiliki. Perusahaan misalnya, dapat menggunakan metode garis lurus untuk salah satu kelompok aktiva tetap dan metode saldo menurun untuk kelompok aktiva yang lain. Di samping itu, metode penyusutan yang dipakai dalam laporan keuangan untuk pajak mungkin berbeda dengan metode penyusutan dalam laporan keuangan untuk pemegang saham dan pihak-pihak lain.
     1. Metode Garis Lurus
Dalam metode garis lurus, biaya penyusutan dialokasikan berdasarkan berlalunya waktu, dalam jumlah yang sama, sepanjang masa manfaat aktiva tetap. Biaya penyusutan dihitung dengan rumus :
   Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
   Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Sisa
     Tarif penyusutan, dalam metode garis lurus, dapat dengan muda dihitung sebagai 100% dibagi dengan taksiran masa manfaat. Misalnya, apabila taksiran masa manfaat adalah 5 tahun, maka tarif penyusutannya adalah :
    = 20%
Sebagai contoh, anggaplah bahwa pada tanggal 2 Januari 199A dibe.. sebuah kendaraan dengan harga Rp 12.500.000 (sudah termasuk bea ba... nama dan lain-lain). Nilai sisa diperkirakan sebesar Rp 1.550.000. umur kendaraan diperkirakan lima tahun. Biaya penyusutan tahunan dihitung sebagai berikut:
   Biaya Penyusutan = 20% (Rp 12.500.000 – Rp 1.550.000)
   = Rp 2.190.000

Biaya penyusutan tahun pertama (dan tahun-tahun berikutnya) dicatat sebagai berikut :
   ( D ) Biaya Penyusutan                     2.190.000
   ( K )    Akumulasi penyusutan                                2.190.000
  Harga perolehan, biaya penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan dan nilai buku kendaraan tersebut selama lima tahun nampak seperti terlihat dibawah ini :

Tahun
Harga
Perolehan
Biaya
Penyusutan
Akumulasi
penyusutan

Nilai buku
1
2
3
4
5
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
Rp 2.190.000
Rp  2.190.000
Rp  4.380.000
Rp  6.570.000
Rp  8.760.000
Rp 10.950.000
Rp 10.310.000
Rp   8.120.000
Rp  5.930.000
Rp  3.740.000
Rp  1.550.000

        2. Metode Saldo Menurun
Dengan menggunakan contoh kendaraan seperti yang telah disebutkan di atas, biaya penyusutan pada tahun pertama akan dihitung sebagai berikut :
 Biaya Penyusutan = 40% x (Rp12.500.000 – 0) = Rp 5.000.000
Perhatikan bahwa nilai buku awal tahun pertama adalah sama dengan harga perolehannya,yaitu Rp 12.500.000 . Pada saat itu akumulasi penyusutannya sama dengan nol. Penyusutan tahun pertama dicatat sebagai berikut:
     (D) Biaya penyusutan                                     5.000.000
     (K)       Akumulasi penyusutan                                                            5.000.000
Pada akhir tahun kedua, biaya penyusutannya dihitung sebagai berikut:
     Biaya penyusutan        = 40% x (Rp 12.500.000  Rp 5.000.000)
                                         = Rp 3.000.000
     Nilai buku pada awal tahun kedua sama dengan harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan pada saat itu, yang jumlahnya sama dengan                             Rp 5.000.000. Penyusutan tahun kedua ini dicatat sebagai berikut:
     (D) Biaya penyusutan                                     3.000.000
     (K)       Akumulasi penyusutan                                                            3.000.000
Harga perolehan , biaya penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan dan nilai buku kendaraan dalam contoh tadi selama lima tahun nampak sebagai berikut:
Tahun
Harga Perolehan
Biaya Penyusutan
Akumulasi Penyusutan
Nilai Buku
1
2
3
4
5
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 12.500.000
Rp 5.000.000
Rp 3.000.000
Rp 1.800.000
Rp 1.080.000
Rp      70.000
Rp 5.000.000
Rp 8.000.000
Rp 9.800.000
Rp 10.880.000
Rp 10.950.000
Rp 7.500.000
Rp 4.500.000
Rp 2.700.000
Rp 1.620.000
Rp 1.550.000

Di atas telah dijelaskan bahwa dalam metode saldo menurun tarif penyusutan dihitung sebesar dua kali tarif metode garis lurus dengan tidak memperhatikan adanya nilai sisa. Walaupun demikian, aktiva tetap yang bersangkutan tidak boleh disusutkan sampai di bawah nilai sisa. Untuk menggambarkan mengenai masalah ini, perhatikan penyusutan yang dilakukan pada tahun kelima.
Pada permulaan tahun kelima nilai buku kendaraan adalah Rp 1.620.000. Dengan menggunakan cara perhitungan biasa, biaya penyusutan untuk tahun ini seharusnya adalah 40% dari Rp 1.620.000 sama dengan Rp 648.000. Tetapi apabila jumlah ini yang dibebankan sebagai biaya penyusutan, maka pada akir tahun kelima nilai buku kendaraan menjadi Rp 972.000. Nilai sisa yang diperkirakan semula adalah Rp 1.550.000. Berdasarkan ketetntuan di atas, penyusutan yang dibebankan pada tahun kelima hanyalah Rp 70.000 yaitu Rp 1.620.000 dikurangi dengan Rp 1.550.000.
        3. Metode Jumlah Angka Tahun
              Metode jumlah angka tahun akan menghasilkan jadwal penyusutan yang sama dengan metode saldo menurun. Jumlah penyusutan akan makin menurun dari tahun ke tahun. Tetapi cara perhitungan penyusutan berbeda dengan metode sald menurun. Biaya penyusutan dalam metode yang dihitumg degan menggunakan rumus:
                  Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penysutan
                  Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Sisa
              Dasar penyusutan pada metode jumlah angka tahun adalah harga perolehan dikurangi nilai sisa, bukan nilai buku seperti dalam metode saldo menurun. Tarif penyusutan dalam metode ini akan merupakan suatu bilangan pecahan yang makin lama makin kecil. Pembilang dalam pecahan adalah angka-angka tahun yang ada selama masa manfaat aktiva tetap. Jadi, apabila suatu aktiva tetap ditaksir berumur lima tahun, maka angka-angka tahun yang ada adalah 1,2,3,4 dan 5. Pembilang untuk tahun pertama adalah angka tahun terakhir (dalam contoh di atas 5). Pembilang tahun kedua adalah angka tahun kedua setelah terakhir (4) demikian seterusnya, sehingga pembilang pada tahun kelima adalah angka tahun pertama (1). Sebagai penyebut dalam pecahan adalah jumlah angka-angka tahun yang ada. Jadi penyebut dalam contoh di atas adalah 1+2+3+4+5=15.
Biaya penyusutan untuk tahn pertama dihitung sebagai berikut:
Biaya Penyusutan            = Tarif Penyusutan x (Harga Perolehan – Nilai Sisa)
                                                      = 5/15 x (Rp 12.500.000 – 1.550.000)
                                                      = Rp 3.650.000
Biaya penyusutann untuk tahun kedua adalah sebagai berikut:
            Biaya Penyusutan             = Tarif Penyusutan x (Harga Perolehan – Nilai Sisa)
                                                      = 4/15 x (Rp 12.500.000 – Rp 1.550.000)
                                                      = Rp 2.920.000
Pencatatan biaya penyusutan untuk tiap-tiap tahun tidak berbeda dengan yang telah diterangkan di atas.
Harga perolehan , biaya penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan dan nilai buku kendaraan dalam contoh tadi selama lima tahun nampak sebagai berikut:

Tahun
Harga Perolehan
Harga Penyusutan
Akumulasi Penyusutan
Nilai Buku
1
2
3
4
5
Rp.12.500.000
Rp. 12.500.000
Rp. 12.500.000
Rp. 12.500.000
Rp. 12.500.000
Rp.3.650.000
Rp.2.920.000
Rp.2.190.000
Rp.1.460.000
Rp.  730.000
Rp.3.650.000
Rp.6.570.000
Rp.8.760.000
Rp.10.220.000
Rp.10.950.000
Rp.8.850.000
Rp.5.930.000
Rp.3.740.000
Rp.2.280.000
Rp.1.550.000

4. Metode Unit Produksi
Dalam metode garis lurus, saldo menurun dan metode jumlah angka tahun taksiran manfaat aktiva tetap dinyatakan dalam jangka waktu pemakaiannya. Dalam metode unit produksi taksiran manfaat dinyatakan dalam kapasitas produksi yang dapat dihasilakn. Kapsitas produksi ini dapat dinyatakan dalam bentuk unit produksi, jam pemakaian, kilometer pemakain atau unit-unit kegiatan yang lain. Harga perolehan dikurangi nilai sisa merupakan dasra penyusutan. Tarif penyusutan dihitung sebagai persentase produksi aktual terhadap kapasitas produksi. Biaya penyusutan untuk setiap periode dihitung dengan mengalikan tarif penyusutan. Untuk menggambarkan metode penyusutan ini anggaplah bahwa pada tanggal 2 Januari 200A suatu mesin dibeli dengan harga Rp 55.000.000. mesin itu diperkirakan mempunyai nilai sisa sebesar Rp 5.000.000. Selama masih dapat digunakan, mesin tesebut diperkirakan dapat menghasilkan 1.000.000 unit barang. Dalam tahun 200A diproduksi 25.000 unit. Biaya penyusutan untuk tahun 200A adalah sebagaai berikut:
                  Tarif Penyusutan         = Produksi Aktual/ Kapasitas Produksi
                                                      = 245.000 / 1.000.000 x 100% = 24,5%
                  Biaya Penyusutan       = Tarif Penyusutan X Dasar Penyusutan
                  Dasar Penyusutan       = Harga Perolehan – Nilai Sisa
                                                      = 24.,5% (Rp 55.000.000 – 5.000.000)
                                                      = Rp 12.250.000
           Demikian, maka tarif dan beban penyusutan akan bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung pada produksi aktual yang dicapai dalam tahun yang bersangkutan.
H. Pengeluaran dalam Aktiva
1. Pengeluaran Modal
2. Pengeluaran Pendapatan
Pengeluaran pendapat adalah pengeluaran-pengeluaran yang hanya mendatangkan manfaat untuk tahun dimana pengeluaran tersebut dilakukan. Oleh karena itu, pengeluaran pendapatan akan dibebankan sebagai biaya. Biaya pemeliharaan dan perbaikan rutin merupakan contoh dari jenis pengeluaran ini. Biaya pemeliharaan adalah biaya-biaya yabg terjadi agar aktiva tetap selalu berada dalam keadaan baik. Biaya perbaikan adalah biaya-biaya untuk mengembalikan aktiva tetap dalam keadaan baik.
Biaya perbaikan rutin, seperti mengganti sekrup dan baut serta suku cadang yang tidak penting, dianggap sebagai pengeluaran pendapatan dan oleh karena itu dibebankan sebagai biaya pada saat terjadinya. Perbaikan besar-besaran dianggap sebagai pengeluaran modal. Contoh biaya pemeliharaan adalah pengecatan, olie, dan lain-lain.
I. Aktiva Tetap tak Berwujud
        1. Hak Paten (Patents)                          
                    Hak paten adalah hak istimewa yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak intik memproduksi, menjual, dan mengawasi penemuannya dalam jangka waktu tertentu sejak hak tersebut diberikan. Suatu hak paten biasanyatidak dapat diperbaharui, jangka waktunya bias diperpanjang dengan memberikan hak paten yang baru, apabila terdapat perbaikan atau perubahan pada rancangan dasar penemuannya yang lama.                            
                    Harga perolehan suatu aktiva aktiva tak berwujud adalah kas yang dibayarkan untuk mendapatkan hak paten. Hak paten seolah-olah dibeli dari pemerintah.  Dengan adanya hak ini, pemegang hak paten menjadi terlindung dari kemungkinan adanya pelanggaran oleh pesaing. Perlindungan dari pesaing sangat berguna bagi perusahaan dalam mengamankan uppaya memperoleh laba melalui penjualan barang atau jasa. Itulah sebabnya perusahaan yang berhasil menemukan suatu produk baru, tidak segan-segan untuk mengeluarkan sejumlah uang demi memperoleh hak paten dari pemerintah, agar pihak lain tidak dibenarkan untuk memproduksi dan menjual temuan baru tersebut. Pengeluaran  untuk memperoleh hak paten dicatat dalam tekening Hal Paten atau biasa disingkat dengan Paten dan diamortisasi selama masa tertentu.
      Harga perolehan hak paten harus diamortisasi selama masa berlaku hak tersebut atau selama masa manfaatnya, tergantung mana yang lebih pendek. Dalam menentukan masa manfaat, perusahaan harus mempertimbangkan kapan penemuan diperkirakan akan mulai ketinggalan jaman, atau tidak memadai lagi, dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan hak paten menjadi tidak ekonomis lagi sebelum masa berlaku hak paten tersebut. Untuk memberikan gambaran mengenao perhitungan biaya paten, misalkan PT AKD membeli hak paten dengan harga perolehan Rp.60.000.000 masa manfaat hak tersebut diperkirakan 8 tahun. Dengan demikian amortisasi per tahun adalah Rp.7.500.000 (Rp.60.000.000:8). Jurnal untuk mencatat amortisasi  tahunan adalah sebagai berikut.
Des. 31        Biaya Paten                                                      Rp.7.500.000
                           Hak Paten                                                        Rp.7.500.000
                    (untuk mencatat amortisasi hak paten)
      Biaya paten dikelompokan dalam laporan laba-rugi sebagai biaya operasi.
2. Hak Cipta (Copyright)
        Hak cipta adalah hak yang diberikan oleh pemerintah, yang memberikan hak istimewa kepada pemegang hak tersebut untuk memproduksi dan menjual suatu karya seni atau karya tulis. Harga perolehan suatu hak cipta terdiri dari pengeluaran untuk mendapatkan dan mempertahankan hak tersebut.
        Masa manfaat suatu hak cipta biasanya lebih pendek daripada masa berlakunya. Mengingat sulitnya penentuan masa manfaat suatu hak cipta, maka hak cipta biasanya diamortisasi dalam periode waktu yang relative pendek.
3. Hak Merk atau Merk Dagang (Trade Mark)
        Hak merk atau merk dagang adalah kta, rangkaian kata, logo, atau symbol yang membedakan atau member identitas suatu perusahaan tertentu atau produk tertentu. Apabila kita mendengar nama dagang seperti Pepsodent, Coca-cola, Mie Indomie, dsb, dengan cepat terbayang dalam pikiran kita produk apa yang dimaksud dan tidak akan salah mengartikannya pada produk lain. Nama dagang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi perusahaan dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemasarannya. Penemu atau pemakai pertama dapat memperoleh hak istimewa untuk menggunakan nama merk atau merk dagang dengan mendaftarkannya pada pemerintah.
        Apabila merk dagang atau nama dagang dibeli, maka harga perolehan hak tersebut adalah harga belinya. Apabila dikembangkan sendiri oleh perusahaan, maka harga perolehan meliputi biaya hokum, biaya pendaftaran, biaya perancangan, dan pengeluaran-pengeluaran lain yang langsung berhubungan dengan perolehan hak tersebut.
        Seperti halnya aktiva tak berwujud lainnya, hak merk harus diamortisasi selama masa manfaat atau masa berlakunya, tergantung mana yang lebih pendek. Mengingat sulitnya penentuan masa manfaat suatu hak merk, biasanya ditetapkan jangka waktu yang relative pendek.
4. Franchise
Franchise adalah hubungan kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan sukses (mempunyai merek dagang ternama) dengan usahawan yang relative baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan memperluas usahanya dan saling menguntungkan, khususnya dalam bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen. Franchise juga merupakan bisnis yang cukup mudah untuk mendapatkan keuntungan, terutama bagi franchisor karena franchisor tidak perlu membuang biaya yang berlebih untuk membuka cabang baru di tempat lain untuk mengembangkan bisnisnya. Melainkan cukup dengan bisnis franchise usahanya dapat berkembang di berbagai tempat.
Sedangkan menurut David J.Kaufmann definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
Unsur-Unsur Franchise
1.   Adanya minimal dua pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee. Pihak franshisor sebagai pihak yang memberikan franchise sementara pihak franshisee merupakan pihak yang diberikan/ menerima franshise tersebut;
2.   Adanya penawaran paket usaha dari franchisor;
3.   Adanya kerja sama pengelolaan unit usaha antara pihak franchisor dengan pihak franchisee,;
4.   Dipunyaianya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan memamfaatkan paket usaha miliknya pihak franchisor;
5.   Seringkali terdapat kontrak tertulis antara pihak franchisor dan pihak franchisee;
5. Goodwill
a) Pengertian Goodwill
Goodwill adalah  Aktiva Tetap Tak Berwujud yang paling tidak berwujud, dalam artian goodwill termasuk yang paling sulit diukur apalagi untuk dihitung. Goodwill masuk ke dalam kolompok Aktiva Tetap Tak Berwujud (Intangible Asset).
Goodwill merupakan bagian dari aktiva dalam neraca, yang mencerminkan kelebihan pembayaran atas aktiva yang dibutuhkan perusahaan dibandingkan dengan nilai pasar. Atau aktiva tak berwujud yang merepresentasikan jumlah yang lebih besar dari nilai buku yang dibayar oleh suatu perusahaan untuk mendapatkan perusahaan lain. Secara teoritis, merupakan nilai sekarang dari kelebihan laba suatu perusahaan pada masa yang akan datang dalam suatu industri. Nilainya sama dengan harga pembelian dikurangi nilai buku dari aktiva neto perusahaan yang diinginkan dikurangi jumlah aktiva-aktiva perusahaan yang diinginkan yang bisa di depresiasikan, yang ditambahkan ke nilai pasar wajar. Nilai pasar yang wajar akan sama dengan harga pembelian.
Dari sekian lama perjalanan sejarah (20 abad lebih), konsep mengenai goodwill mengalami perubahan demi perubahan. Di awal-awal  goodwill dianggap sebagai nilai lebih dari suatu perusahaan di mata customer nya, belakangan ini konsep mengenai goodwill semakin berkembang, dimana banyak pelaku bisnis dan accountant menganggap bahwa goodwill merupakan hasil dari kemampuan perusahaan memperoleh laba dari investor.
 b)  Perolehan Goodwill
Dari perspektif akuntansi, goodwill hanya akan muncul pada buku apabila perusahaan membeli perusahaan lain, dimana perusahaan membayar lebih besar dari kekayaan bersih yang bisa diidentifikasi atas perusahaan yang dibelinya.

c)  Pengukuran Goodwill
Bagaimana mengukur goodwill ? Begitu banyak metode yang dipakai dalam menentukan goodwill, dimana masing-masing metode masih mengalami pro dan kontra, yang pada akhirnya membuat goodwill sungguh menjadi materi akuntansi yang sulit untuk dipahami. Berikut adalah salah satu metode sederhana untuk mencari jumlah goodwill.
Contoh :

PT. DD Tito, adalah perusahaan exporter kerang cinta. Karena meningkatknya order atas kerang cinta, PT DD Tito mengalami kesulitan supply, satu-satunya supplier kerang mutiara terbesar dari Jakarta, yaitu PT. Deka Jaya, secara terus menerus melakukan kenaikan harga atas supply-nya. Dominasi PT. Deka Jaya atas supply kerang cinta menjadi kesulitan tersendiri bagi PT. DD Tito. Berdasarkan hasil rapat pemegang saham tanggal 31 Januari 2010 PT. DD Tito memutuskan untuk membeli PT. Deka Jaya seharga Rp 6,000,000 secara tunai. Sebelum pembelian dilakukan neraca masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut :
NERACA PT. DD TITO, Per 31 Januari 2010
Aset

Aktiva Lancar
     Rp.  7.500.000
Aktiva Tetap
     Rp.10.000.000
Aktiva Lain-lain
     Rp.     650.000
Total Asset
     Rp.18.150.000


Liabilitas

Hutang Dagang
     Rp.     800.000
Hutang Jangka Panjang
     Rp.  1.250.000


Ekuitas

Modal
     Rp.  3.000.000
Laba di tahan
     Rp.  8.000.000
Laba Tahun Berjalan
     Rp.  5.100.000
Total Liabilitas & Ekuitas
     Rp.18.150.000



NERACA PT. DEKA JAYA, Per 31 januari 2010
Asset

Aktiva Lancar
       Rp.1.000.000
Aktiva Tetap
       Rp.5.000.000
Aktiva Lain-lain
       Rp.   750.000
Total Asset
       Rp.6.750.000


Liabilitas

Hutang Dagang
       Rp.   250.000
Hutang Jangka Panjang
       Rp.   750.000


Ekuitas

Modal
       Rp.2.000.000
Laba di tahan
       Rp.2.250.000
Laba Tahun Berjalan
       Rp.1.500.000
Total Liabilitas dan Ekuitas
       Rp.6.750.000


Mulai dengan mentukan kekayaan bersihnya (net asset) dengan persamaan :
Net Asset = Total Asset – Liabilitas
Net Asset = Rp. 6.750.000 – Rp.1.000.000
Net Asset = Rp.5.750.000
Merujuk batasan pengakuan atas goodwill diatas, dimana goodwill merupakan selisih antara Harga beli dengan Nilai kekayaan bersih (net asset) yang dapat diidentifikasi atas perusahaan yang dibeli, maka besarnya goodwill dapat kita tentukan :
Goodwill      = Harga Beli – Net Asset
Goodwill      = Rp.6.000.000 – Rp.5.750.000
 Goodwill     = Rp.250.000
Dicatat dengan jurnal :

Tanggal
Keterangan
Ref
Debit
Kredit
31 Jan
Aktiva Lancar

Rp.1.000.000


Aktiva Tetap

Rp.5.000.000


Aktiva Lain-lain

Rp.   750.000


Goodwill

Rp.   250.000


       Hutang Dagang


Rp.   250.000

       Hutang Jangka Panjang


Rp.   750.000

       Kas


Rp.6.000.000
Total


Rp.7.000.000
Rp.7.000.000

J. Amortisasi
1.   Pengertian Amortisasi
Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi mempunyai pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah dilakukan pada asset tetap berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut juga dengan Amortisasi.
Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Goodwill, hak merk.
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
1.   Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2.   Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
3.   Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
4.   Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun
2.      Metode Amortisasi
Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan amortisasi.
3.      Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi
Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tarif penyusutan terlihat sebagai berikut:

Kelompok Harta tak Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Amortisasi berdasarkan metode garis lurus
Tarif Amortisasi berdasarkan metode saldo menurun
Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,50%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,50%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
Penetapan masa manfaat dan tariff amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.
4.   Contoh Perhitungan Amortisasi
PT Asti Jaya pada tanggal 4 November 2001 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100.000.000,00 untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcyle Ltd. selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda Phoenix. Perhitungan amortisasi hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:
Alternatif I : Metode Garis Lurus
Amortisasi tahun 2001:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2004:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Alternatif II : Metode Saldo Menurun
Amortisasi tahun 2001:
50% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
50% x (Rp. 100.000.000,00 – Rp. 50.000.000,00)
50% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
50% x (Rp. 50.000.000,00 – Rp. 25.000.000,00)
50% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
Amortisasi tahun 2004:
Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai buku diamortisasikan  sekaligus sehingga amortisasi tahun 2004 adalah:
(Rp. 25.000.000,00 – Rp. 12.500.000,00) = Rp. 12.500.000,00
  1. Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi
a)   Hak atau Pengeluaran di bidang Penambangan minyak dan gas bumi
Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Contoh:
Pada tahun 2001 PT Dira Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 unutk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2002 adalah:
Tarif amortisasi  = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%
= 30%
Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1.000.000.000,00
    = Rp. 300.000.000,00
Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber, dan hasil alam lainnya.
Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan pada amortisasi atas:
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi
2. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan
3. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun

Contoh:
PT DiraWood pada tahun 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton. Jumlah produksi pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar:
(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp. 1.000.000.000,00 =
40% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 400.000.000,00
Jumlah yang telah diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00
















DAFTAR PUSTAKA

Soemarso,1999, Akuntansi Suatu Pengantar : Edisi Keempat, Jakarta.Rineka Cipta.
Sugiri, Slamet,1987, Pengantar Akuntansi 1,Yogyakarta,BPFE.
Jusup, Haryono, 1994, Dasar-dasar Akuntansi, Yogyakarta. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Kumpulan Ilmu. (2012). Jenis-jenis Aktiva menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia : http://mbegedut.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-aktiva-menurut-para-ahli.html. Diakses pada tanggal 17 Mei 2013.
Wikipedia Ensiklopedia Bebas (2013). Goodwill. [Online] : http://id.wikipedia.org/wiki/Goodwill_%28akuntansi%29 diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
Accounting. (2012). Goodwill. [Online] : http://akuntansicash.blogspot.com/2012/02/goodwill.html diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
LookforScience’s Blog. (2012). Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi. [Online] : http://lookforscience.wordpress.com/2012/05/03/penyusutan-amortisasi-dan-revaluasi/ diakses pada tanggal 3 Juni 2013.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com