“Rrrrrrr...,” Suara getar smartphone Dodi. Diapun bergegas mengambil smartphone dari saku celana panjangnya. Smbari memainkan
jari-jarinya pada layar smartphone tersebut,
tampak dari raut wajahnya memancarkan senyuman-senyuman kecil nan indah.
Sedang asyiknya memainkan smartphone tersebut, teman sebelahnya,
Reno, mencolek tangannya, mengisyaratkan untuk menghentikan keiatannya.
“Apaan sih ?” Tanya Dodi kesal.
“Kamu nanti diliatin dosen mainin hp
terus, kita kaan lagi belajar, “ ucap Reno dengan suara halus.
“Sudah ah, kamu dengarin aja dosen
itu bicara,”
“Kamu ini,”
Reno melirik sedikit klayar smartphone Dodi, dari layarmya terlihat
dia sedang chatingan di sosial media dengan pacarnya si Amel. “Pantesan nggak
konsen belajar,” ucap Reno plan. Dodi hanya tersenyum mendengar ucapan Reno
yang mengoloknya.
“Terima kasihuntuk hari ini,
kegiatan perkuliahan kita sampai disini, selamat sore dan selamat bermalam
minggu,” ucap dosen yang telah selesai mengajar sembari memberi kata-kata
lelucon sedikit.
“Maaf Bu, saya jomblo,” ucap salah
seorang mahasiswa.
“Itu sih salah kamu sendiri,” jawab
ibu dosen tertawa kecil sambil memawa buku-bukunya keluar dari kelas.
“Hahaha..” terdengar tawa dari kelas
itu saat ibu dosen mengucapkan kata-kata tersebut.
“Ren, hari ini tanggal berapa ya ?”
tanya Dodi.
“Tanggal 9 Dod,” jawab Reno.
“Pantesan besok dia ngajak jalan,”
ucap Dodi pelan.
“Anniversay
ya,” olok Reno.
“Mau tau ja kamu,”
“Oh ya Dod, besok kan tanggal 10
noember, rencananya kami mau kepanti jompo, tempat para veteran perang, kamu
mau ikut nggak ?”
“Kayaknya nggak bisa Ren, aku ada
janji dengan Amel,” jawab Dodi.
“Oke deh, tapi kalo misalnya kamu
mau ikut datang aja ke panti cendana, dibelakang taman anggrek,” kata Reno
sembari berdiri dai kursinya dan keluar kelas.
*******
Keesokan harinya, tepatnya di siang
hari Dodi sudah menyiapkan kado istimewa berupa kalung dengan gambar hati,
ditengahnya terdapat hiasan batu berwarna putih mengkilat. Dari penampilannya
ia sudah rapi dengan celana jeans hitamnya, baju kemeja bergaris warna hijau,
rambutnya sudah disisir rapi, begitupun dengan jam tangan yang sudah bercasual
dengan style sepatunya. Saat ini dia
sedang duduk santai di kursi taman menunggu kedatangan pacarnya si Amel.
Lewat beberapa menit kemudian, Dodi
tiba-tiba menampilkan wajah senyum bahagianya. Ternyata dari kejauhan ia sedang
melihat pacarnya, Amel datang. Sembari menyusuri jalan-jalan kecil ditaman
anggrek itu, Amel mndekati Dodi. Hari ini Amel tampil begitu anggun dari biasanya,
rok panjang warna pinknya memberikan kesan kenyamanan, ditambah baju bermotif
kotak-kotak dengan lengan setengah panjang, menampilkan aura kecantikannya
semakin mnggoda, rambut setengah panjangnya dikuncir kesamping dengan pita
berwarna pink.
“Hey..” ucap Amel tersenyum, sambil
berdiri dihadapan Dodi.
“Telat 10 menit 11 detik,” ucap Dodi
cuek, memandangi jam tangannya. “Dodi,”
ucap Amel manja. Dodi langsung berdiri memegang pergelangan tangan Amel, dan
mengajaknya berjalan menuju suatu tempat. Dari raut wajah Amel, dia hanya
menampilkan wajah heran ditambah senyum kecil.
“Hey, kau kan yang bayar makan,”
ucap Dodi.
“Apa, tapi kemarin kamu janji yang
mau bayarin,” ucap Amel kesal sambil mengerutkan dahi dan mulutnya.
“Ini salahmu kenapa telat,”
“Dasar, kau...” belum selesai Amel
melanjutkan ucapannya, Dodi langsung melepaskan genggaman tangannya, “Kita
sampai,” kata Dodi memperlihatkan pemandangan di depannya.
Tatapan mata Amel langsung beralih
dari wajah Dodi ke pemandangan yang ada di depannya. Saat ini di depannya sudag
pemandangan berupa pepohonan yang tinggi-tinggi dengan daun-daun yang lebat,
gedung-gedung yang megah dengan arsitektur nan indah, orang-orang saling
berhaluan mengerjakan akivitas mereka, awan yang cerah menandakan kesepakatan
dengan hari Dodi dan Amel.
“Indah bukan..” kata Dodi meihat
pemandangan tersebut.
“Aku baru tau kalau ditaman ini ada
bukit kecil seperti ini, dan aku baru tau kalai di kotaku ada pemandangan
seperti ini,” ucap Amel terharu sambil memandangi pemandangan yang ada di
depannya.
“Hey,” ucap Dodi memecah lamunan
Amel sambil memegang tangannya, Amel hanya terdiam memasang wajah dengan penuh
tanya. Sambil mnatap perlahan wajah Dodi.
Dodi mengeluarkan kalung dari celana
jeansnya dan memberikannya kepada Amel. “Selamat Ulang tahun,” ucap Dodi
tersenyum memandangi Amel.
“Dodi,” ucap Amel terharu sambil
melihat gambar love yang ada dikalung pemberian Dodi.
“Sini, biar aku pasangin,” kata Dodi
mengambil kalung yang sedang dilihat Amel, dan langsung memakaikan ke leher
Amel.
“Kan baru keliatan cantik,” ledek
Dodi.
“Berarti sebelumnya jelek dong,” ucap
Amel ngambek.
“Iya,” jawab Dodi
“Aku jelek, tapi...” untuk kedua
kalinya belum selesai dia menyelesaikan ucapannya. Dengan cepat Dodi langsung
memeluknya.”tapi kamu mau jadi pacar aku,” lanjut Amel.
“Aku sayang kamu,” ucap Dodi.
“Aku juga sayang kamu,” balas Amel
sambil menerima pelukan dari Dodi.
“Hey,” ucap Dodi.
“Iya,” jawab Amel.
“Kau tidak lupa kan ?”
“Lupa apa,”
“Kamu mau bayarin makan bakso,”
jawab Dodi melepas pelukannya.
“Kalo soal gratisan sama makanan
kamu emang jagonya,” ledek Amel.
“Ayo,” ajak Dodi menarik tangan
Amel, kembalimenyusur turunan perbukitan di taman Anggrek.
Restoran bakso yang mereka tuju
tidak begitu mewah, namun menampilkan suasana yang begitu romantis, karena
kondisinya yang berada di pinggir taman Anggrek, di tambah live music dan
televisi disetiap sudut ruangan. Restoran tersebut memang terkenal dengan
baksonya.”Dod, kita duduk disini aja ya,” ajak Amel sambil duduk dikusi dan
melihat acara televisi.
“Mbak,” panggil Dodi kepada pelayan
sambil duduk dikursinya.
“Iya mas,” sapa pelayan restoran.
“Bakso istimewa sama es teh manisnya
dua ya mbak,”
“Oke mas, tunggu sebentar ya,” jawab
pelayan tersebut, sambil menulisnya di secarik kertas, lalu berjalan cepat ke
dapur untuk memberikan kartu pesanan yang di depan oleh Dodi dan Amel.
“Dodi ?” tanya Amel tiba-tiba.
“Iya Mel,” jawab Dodi penasaran.
“Kasian ya orang-orang di Jalur Gaza
itu, mereka belum bisa menikmati kemerdekaan kayak kita, mereka masih berperang
untuk menentukan nasib mereka, bahkan mereka anak-anak disanapun terkadang
menjadi korban,” jawab Amel sambil menunjuk kearah televisi yang ada di samping
mejanya.”dan juga...”
Saat Amel mengucapkan hal tersebut,
tiba-tiba Dodi teringat ucapan Reno yang ingin mengajaknya pergi ke tempat
veteran perang. Bahkan saat itu juga Dodi tidak mendengar ucapan dari Amel, dia
hanya membayangkan dalam hati, apa yang terjadi jika para pahlawan dahulu tidak
memiliki sifat berjuang, bagaimana saya bisa dengan tenang merasakan teknologi
terbaru, indahnya berduaan dengan Amel, menikmati pemandangan kota, sedangkan
para masyarakat dinegara lain sedang bersusah payah berjuang demi kemerdekaan
negaranya.
“Dodi,” ucap Amel memecah lamunan
Dodi.
“Eh iya, ada apa Mel ?” tanya Dodi
kaget.
“Kamu nggak dengar ya aku bicara
tadi ?” tanya Amel balik.
“Mel, kamu tunggu disini dulu ya,
aku ada keperluan sebentar, jangan kemana-mana,” pesan Dodi sambil berdiri dari
kursinya dan berlari keluar restoran.
“Dodi,” ucap Amel kesal menundukan
kepalanya.
Dodi berlari mengitari taman
Anggrek, menyusuri sebuah lorong-lorong kecil yang ada di belakang taman, rumah
perrumah pun sudah dilewati. Sampailah ia pada satu rumah, cat dindingnya sudah
kusam, pagar depannya terbuat dari kayu yang sudah lapuk, ada pohon jeruk di
dekat pintu pagar. Dari depan rumah ada sebuah tenda kecil, banyak orang-orang
sedang berkumpul. Di atas panggung tersebut ada beberapa orang tua dengan
pakaian peran sedang berdiri menunggu sesuatu. Dari kejauhan tampaklah oleh
Dodi, Reno yang sedang memegang sebuah nampan, di atasnya ada benda seperti
medali. Dengan bergegas Dodipun berlari mendekati orang tua yang ternyata
vetaran perang itu.
“Dodi,” ucap Reno kaget.
“Maaf pak,” ucap Dodi menangis
sambil memeluk salah satu veteran perang itu dengan tersedu-sedunya.”maaf pak,”
“Ada apa nak ?” tanya bapak tua yang
kebingunan dengan tindakan Dodi, begtupun dengan Reno dan para veteran perang
lainnya.
“Bapak sudah berjuang dengan
kerasnya mengusir penjajah, mengawal kemerdekaan Indonesia, hingga kami bisa
merasakan nikmatnya sampai saat ini. Tapi saya tidak bisa membalas jasa bapak,”
jawab Dodi menangis keras.
“Nak,” ucap Bapak tua itu melepaskan
pelukan dari Dodi, “kalian saat ini mungkin tidak akan pernah merasakan situasi
pada waktu pengusiran penjajah, tapi kalian bisa membalas semua perjuangan
mereka dengan ikut membangun bangsa ini, masih banyak masyarakat Indonesia yang
miskin, pengangguran, dan tidak mempunyai timpat tinggal serta yang lainnya.
Kemerdekaan kita belum sampai disini jika mereka masih mengalami nasib yang
buruk.”
“Kalianlah yang harus membangun
bangsa ini,”ucap bapak itu memegang pundak Dodi dan Reno.
“Iya pak, saya pasti akan membangun
bangsa ini agar lebih maju lagi,” jawab Dodi tegas sambil menghapus air matanya
dengan tanganya.
Reno di sana tampak terharu, bahkan
meneteskan air mata, begitupun dengan para veteran perang lainnya. Tindakan
Dodi sungguh-sungguh mengharukan hati, dia tersentuh saat bisa merasakan
kenikmatan hasil kemerdekaan, sedangkan orang-orang disana masih mencari
kemedekaan itu.”terima kasih para pahlawan,” ucap Dodi dalam hati.
0 komentar:
Posting Komentar