Sebelum ngeklik tombol kirim itu. Gue udah nerima hasil apapun yang akan mereka putuskan. Tapi, gue berharap banget keputusan mereka menerima naskah novel buatan gue.
Nah, tepatnya hari selasa kemarin tanggal 27 Februari 2018 pihak Bentang Pustaka mengirimkan hasil evaluasi mereka terhadap novel gue. Waww, sumpah, ngebaca email dari mereka aja deg-degannya kayak lagi sidang komprehensif. Berasa dihadepin sama dosen-dosen killer. Bahkan, untuk ngebuka tu email butuh waktu bermenit-menit. Karena, kalian tau. Kalo hasilnya positif, artinya mimpi gue sudah mulai terwujud. Gue bisa semangat meng-explore cerita-cerita baru, cerpen baru, novel juga, bahkan kalo bisa sih ikut terjun kedalam pembuatan naskah film. Meskipun yang ini belum berpengaman sama sekali. Itu, kalo hasil evaluasi itu bernilai positif.
Tapi, semua ekspektasi membahagiakan itu berubah saat gue sudah nyentuh email dari pihak Bentang Pustaka. Bagai suara petir yang menggelegar keras, yang tak peduli dimana dia harus berteriak, bahkan seolah suara petir itu hanya menyambar organ dalam tubuh gue aja. Hasilnya negatif. Gue termenung sebentar. Gue sih udah menerima apapun hasilnya, gue harus siap. Tapi, sulit. Gue sulit banget nerima kenyataan pahit ini. Karena, sejak awal memikirkan nama penerbit ini, gue sangat berharap novel gue bisa dimuat di Bentang Pustaka yang secara pengalaman memang sudah beberapa kali menerbitkan buku-buku best seller karya Andrea Hirata, Dee Lestari, Tere Liye, dan lain sebagainya. Gue pingin kelak nama gue bisa bersanding dengan nama Bentang Pustaka yang dimiliki oleh Penerbit Mizan.
Gue bangun dari lamunan. Gue sadar, saat itu mimpi gue tentang menjadi seorang penulis yang bisa memperkenalkan karya-karya gue ke masyarakat Indonesia telah musnah. Gue ngerasa kayaknya udah nggak mau lagi yang namanya nulis-nulis. Sebenernya ada alternatif lain untuk menerbitkan buku, yaitu melalui penerbit indie, hanya saja kita harus mengeluarkan beberapa budget untuk dapat menerbitkan buku itu. Gue sih memang sebelumnya pingin ke alternatif ini kalo misalnya nggak lulus ke penerbit mayor. Tapi, gue sangat berharap novel itu bisa diterima di penerbit mayor yang jangkauan pemasarannya lebih luas. Jujur, gue saat ngirim novel itu nggak kepikiran untuk menghasilkan keuntungan yang waw, bisa dapet uang banyak, nggak kepikiran, kok. Sumpah. Dari awal, gue sudah meyakinkan diri bahwa salah satu tujuan gue nulis itu kepingin bahwa masyarakat Indonesia, bahkan kalo bisa dunia dan alam semesta serta makhluk astral bisa merasakan ide yang sedang gue tuang dalam bentuk cerita. Itu aja. Memang gue nggak menafikan diri yang nggak mau dengan nilai materinya. Gue juga pingin hasil materi itu mampu memberikan motivasi gue dalam menghasilkan karya-karya selanjutnya. Hanya saja, itu alasan nomor sekian dan bukan yang utama.
Pihak Bentang Pustaka mengatakan bahwa novel yang gue kirim belum menarik. Padahal, tema yang saya usung berupa konsep distopia dari tatanan dunia. Bahkan, orang-orang yang terlibat di dalamnya juga berasal dari masyarakat Indonesia sendiri. Apa karena masyarakat sekarang kurang berminat dengan kategori petualang dan penuh fantasi. Mereka hanya menginginkan sebuah kisah romantis nan mengharukan. Entahlah. Cukup kecewa juga dengan keputusan mereka. Tapi, bagaimanapun mereka tau mana yang terbaik. Jadi, dengan hati yang lega, gue terima kegagalan ini.
Tidak, ini bukan kegagalan. Tapi, hanya bagian dari perjalanan gue dalam meraih mimpi. Bahkan seorang J.K Rowling, pun, harus beberapa kali mengalami penolakan setelah akhirnya dia sukses membawa novel Harry Potter ke penjuru dunia. Eh, btw, Harry Potter ini salah satu motivasi gue dalam menulis kalo mood boster sedang turun. Karena, sejak mengenal dia waktu SMP, gue jadi kepingin menjadi seorang penulis.
Yap, itu mimpi gue.
Mimpi yang harus gue wujudkan.
Sebuah quote saat ini.
"Kegagalan adalah bagian dari proses kehidupan. Maka kau harus gagal, jika ingin benar-benar hidup."
Keren, kan 😜
Selanjutnya, tinggal mengirim ke Penerbit Grasindo.
Langkah kedua, dimulai!
Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar