Minggu, 25 Februari 2018

Rumah Pohon

0




Tanggal 24 kemarin dapet undangan dari yuk Weni. Tasyakuran dan aqiqah anaknya yang baru beberapa minggu telah hadir di dunia ini. Bersiap untuk menghadapi perjuangan yang akan merenggut setiap nafas dan perjuangan (lebai amat sih). Pokoknya, selamat dulu buat anaknya yuk Weni yang hadir di dunia ini. Akhirnya kesampaian juga yuk Weni dan kak Imam buat punya anak. "Kamu kapan?". Siapa yang ngomong itu? Apa karena efek lagi di rumah sendirian jadi kayak denger suara-suara horor (abaikan ini). Anak pertama dari pasangan ini diberi nama M. Ghailan Hadib Jaballah. Wah, nama yang begitu indah. Sayang, aku belum bisa merasakan keindahan dengan seorang wanita yang suatu saat dapat memberikan sebuah kenikmatan dunia yang akan. Tittttttt... 

Sebelum pergi ke tempat yuk Weni, dari rumah gue bersiap-siap dulu, mandi, makan sedikit (nggak usah diceritain kali ya), nah, selesai semua itu gue langsung ngabarin Rian buat ngajak barengan pergi. Dia setuju. Terus gue pergi menuju sebuah kehidupan yang menerangi hatiku (apaan sih, dari tadi gue gaje banget). Sampai tempat Rian langsung pergi. Eh, nunggu bentar deng. Nggak, agak lama. Maklum, cowok ganteng yang mirip artis Korea dandanannya lama :p . Nggak percaya?? Nih gue kasihin bukti fotonya 


Cakep kan :D Kalo mau liat foto-foto dia nih Instagramnya Mhdrians. Udah selesai berpakaian, kami berdua langsung menuju rumah Andini, nah disana kami nunggui Mersal, Lara, Wahidin, Gpeng, kelompok kuru-kuru itu namanya, kalo mau lebih jelas dm aja di IG-nya Rian itu. Siapa tau mau dijadiin bahan penelitian oleh mahasiswa. Latar belakang, sejarah berdirinya, struktur organisasinya, pokoknya langsung tanya aja, ya!

Karena, Lara, Wahidin, dan Gpeng lagi ada kerjaan. Jadi, yang datang cuma Mersal. Jadi, kami berempat langsung pergi ke tempat yuk Weni di daerah Reli, atau sudah masuk wilayah kabupaten Lahat. Setelah menyusuri jalan dan lorong, akhirnya kami sampai. Disana, gue ketemu sama pak Feri, Kak Rizal, eh ada kak Hendri juga dengan istri tercintanya, ada kak Zaki juga. Enak banget liat orang yang datang berpasang-pasangan. hikss hikss hikss.. Kayak tamu istimewa, kami langsung disuruh masuk ke rumah. Lucu juga sih, tamu-tamu penting pada duduk di luar. Kita-kitanya malah asyik di dalem, kena kipas lagi.


Nggak usah ditanya gue yang mana. Enak kan, adem di dalem. Oh ya. Paling kiri itu yang namanya Mersal, yang jilbab orange namanya Andini. Yang jilbab putih itu ibu Weni. Hihihihi.. Setelah makan, gue keluar bentar nyari cewek cakep, salah salah, maksudnya nyari udara segar, kalo yang lain abis makan ngerokok, kalo gue abis makan ngisep udara kehidupan (sedikit filosofis, ya). Nah, ini hasil potret udara segar oleh Mersal, check it out...







Aneh??

Gue aja heran bisa poto kayak gitu. Hahaha. Yang pasti, aneh kalo nggak ngeliat gue ngelakuin hal-hal yang aneh. Hahaha... Liat aja, ngapain poto pake ngeliat rumput. Itu mau nyari jodoh atau mau nyari lubang semut, atau lubang jodoh, atau juga jodoh semut. Bodo ah.

Abaikan aja poto gaje itu. Hehehe. Oh iya lupa, tadi pas makan-makan ada Icha Rosalita. Jadi, pas kita berempat mau pulang Icha ngajakin ke rumah pohon, tempat wisata di daerah itu. Keren sih, tapi sayang gue nggak bawa pasangan (sori gue lagi rentan galau banget nih). Kalo ketempat yuk Weni dari simpang tiga di jalan besar tadi, kan, belok kiri. Nah, kalo ke rumah pohon kita terus, jangan belok. Karena, jalan yang lurus itu lebih baik. Sampe ketemu palang rumah pohon, belok kiri, itu dia. By the way, masuk bayar Rp. 5.000,- ya. Kampret, gue kemarin nomboki Rp. 16.000,-. kami kan orang lima, harusnya Rp. 25.000,- Tapi, karena keterbatasan uang kecil dan kebetulan juga uang gue habis. Jadi, kami bayar cuma Rp. 21.000,-.

Nih, gue bagiin beberapa dokumentasi di rumah pohon. Gue juga baru pertama kali kesini.


Ini ceritanya gue lagi ngebayangin pasangan di masa depan. Akut banget ya.


Sok-sokan poto deket simbol love :D


Eh, btw ini yang namanya Icha Rosalita :D



Kayaknya itu aja dulu ya hari ini, ntar kapan-kapan gue post lagi cerita-cerita yang gue lalui di tempat baru. Dengan nuansa baru.

Bye-bye

Assalamu 'alaikum.

Kamis, 22 Februari 2018

Anak TK

0



Sudah beberapa tahun aku hidup di tempat baru ini. Ayahku yang kerja sebagai penjaga sekolah telah mendapat kepercayaan untuk mengurusi pohon sawit yang tertanam banyak di sekitaran lingkungan sekolah. Ya, itu juga salah satu tambahan untuk membeli kebutuhan keluarga kalau buah sawitnya sudah matang. Kami yang mendapat rumah dinas dekat dengan sekolah. Membuat ibuku untuk berinisiatif membuka warung kecil-kecilan. Karena, itu lingkungan sekolah dasar, maka ibuku hanya menjual makanan-makanan ringan, pempek, kemplang, cenil, tekwan, es (inget banget, tiap pagi udah tugasku buat beli es batu), dan lain-lain. Udah lupa jualan apa aja ibuku. Ya, meskipun kecil-kecilan, tapi bisa buat makan sehari-hari.

Sebelum masuk SD, aku dimasukan oleh Bapakku ke TK yang tepat berada di belakang SD, dulu tempat itu cukup ramai. Tapi, entah kenapa saat aku sudah masuk sekolah dasar, gedung tempat TK itu sudah tidak terawat lagi, rusak, penuh rumput,  bahkan atapnya udah terkoyak.

Tiap pagi, aku selalu malu-malu masuk kesana. Nggak bisa ngomong apa-apa.
Yang aku inget, tiap hari apa gitu, lupa. Selalu dibuatin bubur kacang ijo sama susu dari guru TK.

Di sebelah gedung TK itu ada rumah yang menjadi pengajar di TK, namanya bu Sukadi kalo nggak salah. Bu Sukadi ini, salah satu keluarga yang memberikan kenang-kenangan lucu buat aku. Jadi, pas lebaran idul fitri, kan biasa kalo kita mampir ke rumah-rumah tetangga. Dulu, sebelum aku kenal sama teman-teman disana, kalo lebaran memang bareng bapak sama ibu. Kemana aja pokoknya. Nah kebetulan pas kami main kerumah Bu Sukadi, beliau kan mau pergi ke Palembang kalo nggak salah. jadi, hari dirumahnya kami cuma disediain teh hangat sama kelempang. Kami, sih, bukan mempermasalahin sama yang disajikannya. Tapi, karena rumah-rumah sebelumnya selalu dikasih kue-kue, kan lucu aja tiba-tiba dikasih teh hangat sama kelempang.

Ya, hidup di tempat baru itu memang menyenangkan. Aku bisa menikmati alam yang saat itu belum jarang tersentuh ban-ban yang silih berganti lewat. Hanya ketek yang memberikan suara-suara kenangan tiap pagi, siang dan malam. Pokoknya, waktu itu desaku benar-benar desa yang paling kucintai.

Aku rindu desaku.

Yang dulu.

Selasa, 20 Februari 2018

Cerita Awal

0


Hari ini, di kantor tempat kerja. Aku memulai coretan melalui tuts-tuts keyboard di ponsel pintar. Tapi, aku juga bingung harus mulai darimana. Daripada itu, aku akan menuliskan ingatan pertamaku. Ingatan masa kecilku.
Hari itu, tahun 1995 aku dan keluargaku pindah ke daerah Dusun Tirta Mulya, Air Senda, masuk wilayah Banyuasin. Disana, bapakku ditugaskan sebagai penjaga sekolah di sebuah sekolah dasar. Dahulu nama SD itu SDN Tirta Mulya, tapi sekarang berubah menjadi SDN 27.
Aku ingat, waktu itu kakak dan ayuk dari ibu dan bapakku menemani perpindahan kami dari Palembang. Waktu itu perjalanan yang ditempuh cukup lama. Kurang lebih sekitar 5 jam. Tapi, sekarang sudah bisa ditempuh dengan jarak tempuh hanya 3 jam, bahkan bisa 2 jam.
Aku juga ingat, siang hari di tempat baru itu angin begitu kuat berhembus. Debu-debu dan kotoran melayang bagai sebuah sambutan akan kedatangan kami. Aku, saat itu yang masih berusia 2 tahun lebih masih bisa mengingat dengan jelas lingkungan saat itu. Pohon sawit yang belum menjulang tinggi, batu-bata dan pasir serta semen yang siap untuk membangun sebuah rumah. Aku juga begitu ingat, saat itu aku bermain dengan batu bata yang kususun membentuk sebuah bak mobil. Aku bermain dengan saudara sepupuku. Aku masih ingat itu. Suara tawa, suara derum mobil yang kami buat sendiri. Ah, indahnya hari itu.
Hari itu adalah hari aku memulai perjalanan hidup. Aku tumbuh besar disana, bersama dengan lingkungan yang multikultural, banyak etnis, banyak agama.
Aku senang saat itu.
Aku ingin mengulanginya. Cerita-cerita penuh ceria.

Sebuah Kisah

0


Perkenalkan, nama ku Deni Hardianto. Dan, karena sebuah keberuntungan serta doa, setelah lulus kuliah dari perguruan tinggi di kotaku, namaku menjadi Deni Hardianto, A.Md. Alhamdulillah. Sebenernya, namaku dari semenjak SD udah banyak banget. Ada Deni Pentet, nama ini didapat karena tubuhku yang memang tidak terlalu tinggi alias pentet, ada juga wak iyeng, nah kalo itu istilah dari wong Palembang, dan sampe sekarang juga aku nggak tau apa artinya, ada bolang juga. Apalagi, ya? Lupa. Nah, pas SMA, aku buat nama sendiri, ada Denny Potter, DTK (Denny The Kid), kalo di facebook pernah buat nama Sinici Denny Matsuzuki, Sinici Denny Hime-sama, yang pasti bukan Deni SiiCowoxKrEnYanKpiNginDiciNtai atau Deni abcdefghijklmnopqrstuvwxyz. Untung nggak ditambain alfabet Arab sama China.
Aku lahir di bumi, Asia, Asia Tenggara, Indonesia, Sumatera Selatan, Palembang. Tepatnya hari rabu tanggal 15 Desember 1993. Dari pasangan Setiyadi dan Ningayah. Kalau pingin tau jam, menit, detik mending tanya sama ibuku aja, ya.
Aku adalah anak laki-laki dari tiga bersaudara. Kedua adikku perempuan. Mereka berdua memiliki tanhgal lahir sama. Cuma tua 5 menit. Ada yang bilang mereka kembar, tapi menurutku malah nggak, yang satu wajahnya bundar, yang tua wajahnya lonjong. Pokoknya nggak miriplah. Aneh aja kalo banyak yang bilang kembar.
"Adiknya kembar, ya?"
"Nggak kok, beda mukanya."
"Tapi, tanggal lahirnya sama?"
"Iya."
"Berarti kembar."
Iya deh, terserah. Mau bilang kembar atau nggak. Nama adik pertamaku Dini Hardianti yang satunya Dana Hardiana. Ya, kami keluarga 3D, temen bapakku bilang kalau nambah satu lagi namanya Dono. Aku cuma tertawa aja.
Perkenalan sudah, kan. Jadi, pada malam ini, di Muara Enim, tanggal 19 Februari 2018 jam 18.55 WIB, aku berencana menulis perjalanan hidupku dari dahulu kala sampai sekarang. Itupun yang inget-inget aja. Aku rasa juga banyak yang udah lupa. Tujuannya cuma sebagai pengingat dan catatan kecil bahwa dulu aku pernah punya cerita indah, lucu, menarik, penuh petualang, nakal, sedih, penuh haru, dll, dll.
Oke. Check dicatatan selanjutnya, ya!
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com